Pengantar Kriminologi
Sejarah Awal Pemikiran Kriminologi
Sejarah
Awal Pemikiran Kriminologi
Dalam
rangkuman kali ini penulis akan membahas bagaimana awal usaha manusia
menjelaskan gejala kejahatan semenjak masa lalu hingga kini. Cara manusia dan
masyarakat memahami dan mengerti masalah kejahatan berhubungan dengan cara
masyarakat mengatasinya. Oleh karena itu pengalaman kesejarahan menjadi penting
untuk referensi bagi tindakan kedepannya.
1.
Penjelasan
Demonologis
Pemahaman
dan penjelasan masyarakat tentang kejahatan dimulai dengan pemikiran yang tidak
rasional yang menghubungkan tindakan kejahatan dengan pengaruh ruh jahat.
Penjelasan berdasarkan ruh jahat ini dikenal sebagai penjelasan demonologis.
Pada masyarakat sederhana, segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta,
termasuk manusia dipercaya berada dibawah kekuatan gaib. Kalau ada orang
bertindak laku tidak sesuai dengan norma umum masyarakat, yang kini disebut
dengan kejahatan, dianggap sebagai karena dipengaruhi oleh kekuatan gaib
(setan) yang jahat, bukan karena kemauannya sendiri. Tidak ada usaha mencari
penjelasan secara ilmiah tentang mengapa orang melakukan tindak kejahatan.
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan mendasar
dengan metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Berbeda dengan teori
saat- saat ini, penjelasan spiritualisme mempokuskan perhatiannya pada
perbedaan antara kebaikan yang datang dari tuhan atau dewa dan keburukan yang datang
dari setan. Seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai
orang yang telah terkena bujukan setan (evil/demon)
Penjelasan
tentang kepercayaan manusia yang gaib tersebut dapat kita peroleh dari berbagai
literature sosiologi, arkeologi dan sejarah dengan kepercayaan primitif,
bencana alam selalu dianggap sebagai hukuman dari pelanggaran norma yang
dilakukan.
Meski
dalam kenyataan di masyarakat, dapat dilihat secara nyata bahwa penjelasan
spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkat kebudayaan,
namun aliran ini memiliki kelemahan. Kelemahannya itu adalah bahwa penjelasan
ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
2.
Penjelasan
rasional klasik
Ketika
manusia menjadi rasional, penjelasan demonologis ditinggalkan. Secara rasional,
yang merupakan crri aliran klasik, manusia melakukan kejahatan karena
pertimbangan rasional (untung dan rugi) untuk melaksanakan kehendak bebasnya.
Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada
dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (Free Will).
Dimana dalam bertingkah laku, ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan
segala tindakan berdasarkan keinginannya (bedonisme). Dengan kata lain manusia
dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu penderitaan dan kesenangan yang
menjadi resiko dari tindakan yang dilakukannya. Dalam hal ini hukuman
dijatuhkan berdasarkan tindakannya, bukan kesalahannya.
Berdasarkan
pemikiran tersebut di atas, Cesare Bonesana Marchese de Beccaria menuntut
adanya persamaan dihadapan hukum bagi semua orang dan keadilan dalam penerapan
sanksi. Ia menginginkan kesebandingan antara tindakan dan hukuman yang
dijatuhkan. Ini dapat diungkap secara tersirat dalam tulisannya “ the Crimes
and punishment”.
Jeremy
Bentham, seorang sarjana inggris, ia seorang ahli hukum ia menyatakan bahwa
tujuan dari pemberian sanksi semata- mat berfungsi sebagai alat preventie bagi
lahirnya kejahatan.
Ide
dari para sarjana mengilhami lahirnya Code Civil Napoleon 1791 dan juga
konstitusi amerika pada masa itu. Adanya persamaan dihadapan hukum dan
keseimbangan antara hukuman dan kejahatan diterapkan secara murni pada masa
itu.
3.
Aliran
Pemikiran Neo-Klasik
Kemudian,
aliran tersebut dikoreksi oleh aliran neoklasik yang mengatakan bahwa tindakan
orang tidak dapat disamaratakan dan dianggap sama. Ada keadaan di mana orang
melakukan tindakan yang tidak berdasarkan kehendak bebasnya, misalnya pada
anak-anak dan orang yang terganggu jiwanya. Bersamaan dengan tumbuh
berkembangnya ilmu pengetahuan ilmiah yang dimotori oleh ilmu-ilmu alam, usaha
untuk menjelaskan gejala kejahatan melalui metode ilmiah mulai dilakukan.
Aliran neo klasik pada dasarnya bertolak pada pemikiran madzhab klasik. Namun
demikian para sarjana madzhab neoklasik ini justru menginginkan pembaharuan pemikiran
dari madzhab klasik setelah pada kenyataannya pemikiran pada madzhab klasik
justru menimbulkan ketidak adilan. Pemberlakuan secara kaku code penal perancis
trhadap pelaku kejahatan di bawah umur, dimana tidak adanya suatu pembedaan
pemberian hukuman terhadapnya, dinilai sebagai suatu ketidak adilan. Aspek
mental dan kesalahan seseorang tidak di perhitungkan oleh code penal perancis
tersebut.
Meski
madzhab neoklasik, tidak dilandaskan pada pemikiran ilmiah, namun aspek- aspek
kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal tersebut yang
membuatnya berbeda dengan madzhab klasik.
4.
Penjelasan
determinisme, positivisme
Secara
garis besar aliran positifis membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu:
a. Determinisme
biologis
Teori-
teori yang masuk dalam aliran mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia
sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.
b. Determinisme
cutural
Teori-
teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh
sosial, budaya dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
Penjelasan
berikut ini akan memulai pembagian dari pandangan determinisme biologis sebagai
asal mula lahirnya madzhab positifis ini.
Lombrosso
Sebagai Pelopor Lahirnya Madzhab Positifis
Dalam
khasanah kriminologi, orang tidak akan pernah melupakan seorang sarjana bernama
Cesare Lambrosso (1835-1909). Seorang dokter kelahiran itali yang mendapat
julukan bapak kriminologi modern. Lombrosso merupakan orang pertama yang
meletakkan metode ilmiah (rational- scientist thinking and experimental) dalam
mencari penjelasan tentang sebab kejahatan serta melihatnya dari banyak faktor.
Teori
“born criminal” Lombrosso dari ide yang diilhami oleh teori darwin tentang
evolusi manusia. Dalam perkembangan teorinya ini Lambrosso mendapati kenyataan
bahwa manusia jahat dapat ditandai dari sifat- sifat fisiknya. Antara lain:
telinga yang tidak sesuai dengan ukurannya, dahi yang menonjol, tangan yang
panjang, rahang yang menonjol, atau pun hidung yang bengkok.
Berdasarkan
penelitiannya ini, Lombrosso mengklasifikasikan penjahat kedalam empat golongan
yaitu:
1. Born
criminal yaitu orang berdasarkan pada doktrin atavisme tersebut di atas.
2. Insane
criminal yaitu orang- orang yang tergolong kedalam kelompok idiot; embisil atau
paranoid.
3. Occasional
criminal atau criminaloid yaitu pelaku kejahatan berdasarkan pengalaman yang
terus menerus sehingga mempengaruhi peribadinya.
4. Criminals
of passion yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya karena marah, cinta
atau kehormatan.
Kritik Terhadap Lombrosso
Teori
biologi Lombrosso tersebut pada akhir abad ke-19 mendapat kritik dari berbagai
sarjana antaranya Lacassagne (1834- 1924), Manouvier (1850- 1927) dan Tarde
(1834- 1904). Lacassagne mendasarkan pendapatannya pada anggapan bahwa
kejahatan merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman, namin
perkembangannya kuman tetap digantungkan pada kondidi manusianya.
Pendapat
lain dilontarkan oleh monouvier yang menyatakan bahwa asal muasal kejahatan
berasal dari gen kebuasan dan sikap liar yang diturunkan oleh nenek moyang
manusia. Jadi menurut Manouvier, kejahatan dan penjahat akan ditentukan oleh
kebudayaan yang menjadi tolok ukurnya. Kritik lain dilontarkan oleh Tarde.
Antropolog ini pun menggunakan milieu sebagai landasan teorinya. Ia menyatakan
bahwa perilaku jahat seseorang yang sesungguhnya timbul dari hukum imitasi atau
meniru perilaku orang lain.
Disamping
teori biologi dari Lombrosso tersebut, terhadap beberapa teori lain yang
menitik beratkan pada kondisi individu penjahat, antara lain:
1. Teori
psikis, dimana sebab- sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan
seseorang. Sarana yang digunakan adalah tes- tes mental seperti tes IQ.
2. Teori
yang menyatakan bahwa penjahat memiliki bakat yang diwariskan oleh orang
tuanya.
3. Teori
psikopati berbeda dengan teori- teori yang menekankan pada intelejensia ataupun
kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebab- sebab kejahatan dari
kondisi jiwanya yang abnormal.
4. Teori
bahwa kejahatan sebagai gangguan keperibadian sempat digunakan di amerika untuk
menjelaskan beberapa perilaku yang di katagorikan sebagai crime without victim
(kejahatan tanpa korban) seperti pemabuk, gelandangan, perjudian, prositusi,
penggunaan obat bius)
Perbandingan
pendapat konsep-konsep berpikir dari kedua aliran tersebut , dapat disimpulkan
sebagai berikut :
·
Aliran klasik tidak dapat menjelaskan
mengapa seseorang melakukan kejahatan,sedangkan aliran positif justru
sebaliknya . Aliran klasik lebih banyak mempersoalkan aturan yang seharusnya
diberlakukan untuk memelihara ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat.
Sedangkan aliran positif lebih menekankan kepada usaha yang bersifat ilmiah
untuk tujuan memelihara ketertiban melalui studi dan penelitian tentang tingkah
laku mannusia.
·
Aliran klasik cenderung menempatkan
pidana sebagai satu-satunya jalan keluar mengatasi pelanggaran-pelanggara.
Aliran positif justru tidak menghendaki cara tersebut di atas, setiap
pelanggaran terhadap perjanjian sosial justru harus ditanggapi sebagai sesuatu
yang abnormal sehingga tanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Dengan
demikian aliran positif menghendaki agar jalan keluar terjadinya pelanggaran
adalah bukan untuk membalas melainkan mencegah.
·
Konsep-konsep aliran klasik klasik lebih
relevan dengan perkembangan hukum pidana,sedangkan konsep-konsep aliran positif
relevan bagi perkembangan studi kejahatan.
·
Aliran klasik menerima sepenuhnya
definisi kejahatan dari segi hukum , sedangkan aliran positif menolak dan
menerima definisi kejahatan dari segi psikologi.
Aliran
“social defence” yang dipelopori oleh Judge Marc Ancel. Munculnya aliran ini
disebabkan teori aliran positif sudah ditinggalkan pakar-pakar
kriminologi dan teori aliran klasik dianggap terlalu statis dan kaku
dalam menganalisis kejahatan yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Ancel
“defense sociale” timbul karena adanya revolusi di kalangan penganut
aliran positif.
Daftar pustaka:
Bonger,W.A, Pengantar tentang Kriminologi,
jakarta,1982
Mustofa, Muhammad.2010.KRIMINOLOGI EDISI KEDUA.Bekasi:Sari
Ilmu Pratama (SIP) Sejarah Awal Pemikiran Kriminologi
Devi Afithasari 1406618436
Sejarah
Awal Pemikiran Kriminologi
Dalam
rangkuman kali ini penulis akan membahas bagaimana awal usaha manusia
menjelaskan gejala kejahatan semenjak masa lalu hingga kini. Cara manusia dan
masyarakat memahami dan mengerti masalah kejahatan berhubungan dengan cara
masyarakat mengatasinya. Oleh karena itu pengalaman kesejarahan menjadi penting
untuk referensi bagi tindakan kedepannya.
1.
Penjelasan
Demonologis
Pemahaman
dan penjelasan masyarakat tentang kejahatan dimulai dengan pemikiran yang tidak
rasional yang menghubungkan tindakan kejahatan dengan pengaruh ruh jahat.
Penjelasan berdasarkan ruh jahat ini dikenal sebagai penjelasan demonologis.
Pada masyarakat sederhana, segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta,
termasuk manusia dipercaya berada dibawah kekuatan gaib. Kalau ada orang
bertindak laku tidak sesuai dengan norma umum masyarakat, yang kini disebut
dengan kejahatan, dianggap sebagai karena dipengaruhi oleh kekuatan gaib
(setan) yang jahat, bukan karena kemauannya sendiri. Tidak ada usaha mencari
penjelasan secara ilmiah tentang mengapa orang melakukan tindak kejahatan.
Dalam penjelasan tentang kejahatan, spiritualisme memiliki perbedaan mendasar
dengan metode penjelasan kriminologi yang ada saat ini. Berbeda dengan teori
saat- saat ini, penjelasan spiritualisme mempokuskan perhatiannya pada
perbedaan antara kebaikan yang datang dari tuhan atau dewa dan keburukan yang datang
dari setan. Seseorang yang telah melakukan suatu kejahatan dipandang sebagai
orang yang telah terkena bujukan setan (evil/demon)
Penjelasan
tentang kepercayaan manusia yang gaib tersebut dapat kita peroleh dari berbagai
literature sosiologi, arkeologi dan sejarah dengan kepercayaan primitif,
bencana alam selalu dianggap sebagai hukuman dari pelanggaran norma yang
dilakukan.
Meski
dalam kenyataan di masyarakat, dapat dilihat secara nyata bahwa penjelasan
spiritual ini ada dan berlaku dalam berbagai bentuk dan tingkat kebudayaan,
namun aliran ini memiliki kelemahan. Kelemahannya itu adalah bahwa penjelasan
ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.
2.
Penjelasan
rasional klasik
Ketika
manusia menjadi rasional, penjelasan demonologis ditinggalkan. Secara rasional,
yang merupakan crri aliran klasik, manusia melakukan kejahatan karena
pertimbangan rasional (untung dan rugi) untuk melaksanakan kehendak bebasnya.
Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada
dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (Free Will).
Dimana dalam bertingkah laku, ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan
segala tindakan berdasarkan keinginannya (bedonisme). Dengan kata lain manusia
dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu penderitaan dan kesenangan yang
menjadi resiko dari tindakan yang dilakukannya. Dalam hal ini hukuman
dijatuhkan berdasarkan tindakannya, bukan kesalahannya.
Berdasarkan
pemikiran tersebut di atas, Cesare Bonesana Marchese de Beccaria menuntut
adanya persamaan dihadapan hukum bagi semua orang dan keadilan dalam penerapan
sanksi. Ia menginginkan kesebandingan antara tindakan dan hukuman yang
dijatuhkan. Ini dapat diungkap secara tersirat dalam tulisannya “ the Crimes
and punishment”.
Jeremy
Bentham, seorang sarjana inggris, ia seorang ahli hukum ia menyatakan bahwa
tujuan dari pemberian sanksi semata- mat berfungsi sebagai alat preventie bagi
lahirnya kejahatan.
Ide
dari para sarjana mengilhami lahirnya Code Civil Napoleon 1791 dan juga
konstitusi amerika pada masa itu. Adanya persamaan dihadapan hukum dan
keseimbangan antara hukuman dan kejahatan diterapkan secara murni pada masa
itu.
3.
Aliran
Pemikiran Neo-Klasik
Kemudian,
aliran tersebut dikoreksi oleh aliran neoklasik yang mengatakan bahwa tindakan
orang tidak dapat disamaratakan dan dianggap sama. Ada keadaan di mana orang
melakukan tindakan yang tidak berdasarkan kehendak bebasnya, misalnya pada
anak-anak dan orang yang terganggu jiwanya. Bersamaan dengan tumbuh
berkembangnya ilmu pengetahuan ilmiah yang dimotori oleh ilmu-ilmu alam, usaha
untuk menjelaskan gejala kejahatan melalui metode ilmiah mulai dilakukan.
Aliran neo klasik pada dasarnya bertolak pada pemikiran madzhab klasik. Namun
demikian para sarjana madzhab neoklasik ini justru menginginkan pembaharuan pemikiran
dari madzhab klasik setelah pada kenyataannya pemikiran pada madzhab klasik
justru menimbulkan ketidak adilan. Pemberlakuan secara kaku code penal perancis
trhadap pelaku kejahatan di bawah umur, dimana tidak adanya suatu pembedaan
pemberian hukuman terhadapnya, dinilai sebagai suatu ketidak adilan. Aspek
mental dan kesalahan seseorang tidak di perhitungkan oleh code penal perancis
tersebut.
Meski
madzhab neoklasik, tidak dilandaskan pada pemikiran ilmiah, namun aspek- aspek
kondisi pelaku dan lingkungannya mulai diperhatikan. Hal tersebut yang
membuatnya berbeda dengan madzhab klasik.
4.
Penjelasan
determinisme, positivisme
Secara
garis besar aliran positifis membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu:
a. Determinisme
biologis
Teori-
teori yang masuk dalam aliran mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia
sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya.
b. Determinisme
cutural
Teori-
teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh
sosial, budaya dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
Penjelasan
berikut ini akan memulai pembagian dari pandangan determinisme biologis sebagai
asal mula lahirnya madzhab positifis ini.
Lombrosso
Sebagai Pelopor Lahirnya Madzhab Positifis
Dalam
khasanah kriminologi, orang tidak akan pernah melupakan seorang sarjana bernama
Cesare Lambrosso (1835-1909). Seorang dokter kelahiran itali yang mendapat
julukan bapak kriminologi modern. Lombrosso merupakan orang pertama yang
meletakkan metode ilmiah (rational- scientist thinking and experimental) dalam
mencari penjelasan tentang sebab kejahatan serta melihatnya dari banyak faktor.
Teori
“born criminal” Lombrosso dari ide yang diilhami oleh teori darwin tentang
evolusi manusia. Dalam perkembangan teorinya ini Lambrosso mendapati kenyataan
bahwa manusia jahat dapat ditandai dari sifat- sifat fisiknya. Antara lain:
telinga yang tidak sesuai dengan ukurannya, dahi yang menonjol, tangan yang
panjang, rahang yang menonjol, atau pun hidung yang bengkok.
Berdasarkan
penelitiannya ini, Lombrosso mengklasifikasikan penjahat kedalam empat golongan
yaitu:
1. Born
criminal yaitu orang berdasarkan pada doktrin atavisme tersebut di atas.
2. Insane
criminal yaitu orang- orang yang tergolong kedalam kelompok idiot; embisil atau
paranoid.
3. Occasional
criminal atau criminaloid yaitu pelaku kejahatan berdasarkan pengalaman yang
terus menerus sehingga mempengaruhi peribadinya.
4. Criminals
of passion yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakannya karena marah, cinta
atau kehormatan.
Kritik Terhadap Lombrosso
Teori
biologi Lombrosso tersebut pada akhir abad ke-19 mendapat kritik dari berbagai
sarjana antaranya Lacassagne (1834- 1924), Manouvier (1850- 1927) dan Tarde
(1834- 1904). Lacassagne mendasarkan pendapatannya pada anggapan bahwa
kejahatan merupakan suatu jenis penyakit yang disebabkan oleh kuman, namin
perkembangannya kuman tetap digantungkan pada kondidi manusianya.
Pendapat
lain dilontarkan oleh monouvier yang menyatakan bahwa asal muasal kejahatan
berasal dari gen kebuasan dan sikap liar yang diturunkan oleh nenek moyang
manusia. Jadi menurut Manouvier, kejahatan dan penjahat akan ditentukan oleh
kebudayaan yang menjadi tolok ukurnya. Kritik lain dilontarkan oleh Tarde.
Antropolog ini pun menggunakan milieu sebagai landasan teorinya. Ia menyatakan
bahwa perilaku jahat seseorang yang sesungguhnya timbul dari hukum imitasi atau
meniru perilaku orang lain.
Disamping
teori biologi dari Lombrosso tersebut, terhadap beberapa teori lain yang
menitik beratkan pada kondisi individu penjahat, antara lain:
1. Teori
psikis, dimana sebab- sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan
seseorang. Sarana yang digunakan adalah tes- tes mental seperti tes IQ.
2. Teori
yang menyatakan bahwa penjahat memiliki bakat yang diwariskan oleh orang
tuanya.
3. Teori
psikopati berbeda dengan teori- teori yang menekankan pada intelejensia ataupun
kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebab- sebab kejahatan dari
kondisi jiwanya yang abnormal.
4. Teori
bahwa kejahatan sebagai gangguan keperibadian sempat digunakan di amerika untuk
menjelaskan beberapa perilaku yang di katagorikan sebagai crime without victim
(kejahatan tanpa korban) seperti pemabuk, gelandangan, perjudian, prositusi,
penggunaan obat bius)
Perbandingan
pendapat konsep-konsep berpikir dari kedua aliran tersebut , dapat disimpulkan
sebagai berikut :
·
Aliran klasik tidak dapat menjelaskan
mengapa seseorang melakukan kejahatan,sedangkan aliran positif justru
sebaliknya . Aliran klasik lebih banyak mempersoalkan aturan yang seharusnya
diberlakukan untuk memelihara ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat.
Sedangkan aliran positif lebih menekankan kepada usaha yang bersifat ilmiah
untuk tujuan memelihara ketertiban melalui studi dan penelitian tentang tingkah
laku mannusia.
·
Aliran klasik cenderung menempatkan
pidana sebagai satu-satunya jalan keluar mengatasi pelanggaran-pelanggara.
Aliran positif justru tidak menghendaki cara tersebut di atas, setiap
pelanggaran terhadap perjanjian sosial justru harus ditanggapi sebagai sesuatu
yang abnormal sehingga tanggung jawab atas pelanggaran tersebut. Dengan
demikian aliran positif menghendaki agar jalan keluar terjadinya pelanggaran
adalah bukan untuk membalas melainkan mencegah.
·
Konsep-konsep aliran klasik klasik lebih
relevan dengan perkembangan hukum pidana,sedangkan konsep-konsep aliran positif
relevan bagi perkembangan studi kejahatan.
·
Aliran klasik menerima sepenuhnya
definisi kejahatan dari segi hukum , sedangkan aliran positif menolak dan
menerima definisi kejahatan dari segi psikologi.
Aliran
“social defence” yang dipelopori oleh Judge Marc Ancel. Munculnya aliran ini
disebabkan teori aliran positif sudah ditinggalkan pakar-pakar
kriminologi dan teori aliran klasik dianggap terlalu statis dan kaku
dalam menganalisis kejahatan yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Ancel
“defense sociale” timbul karena adanya revolusi di kalangan penganut
aliran positif.
Daftar pustaka:
Bonger,W.A, Pengantar tentang Kriminologi,
jakarta,1982
Mustofa, Muhammad.2010.KRIMINOLOGI EDISI KEDUA.Bekasi:Sari
Ilmu Pratama (SIP)
Komentar