UAS Humpid - Laporan turlap ke pengadilan

Peran Kriminologi dalam penegakkan hukum pidana dan hukum acara pidana
1.      Peran Kriminologi dalam penanggulangan kejahatan
Seperti yang dikemukakan oleh E.H.Sutherland dan Cressey (Ramli Atmasasmita 1983:66) yang mengemukakan bahwa dalam crime prevention dalam pelaksanaannya ada dua buah metode yang dipakai untuk mengurangi frekuensi dari kejahatan, yaitu :
Metode untuk mengurangi pengulangan dari kejahatan merupakan suatu cara yang ditujukan kepada pengurangan jumlah residivis (pengulangan kejahatan) dengan suatu pembinaan yang dilakukan secara konseptual.
Metode untuk mencegah the first crime merupakan satu cara yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kejahatan yang pertama kali (the first crime) yang akan dilakukan oleh seseorang dan metode ini juga dikenal sebagai metode prevention (preventif).
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa upaya penanggulangan kejahatan mencakup aktivitas preventif dan sekaligus berupaya untuk memperbaiki perilaku seseorang yang telah dinyatakan bersalah (sebagai seorang narapidana) di lembaga pemasyarakatan. Dengan kata lain upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan secara preventif dan represif. Sejalan dengan sinergi hukum pidana dan kriminologi, Profesor Sahetapy menegaskan bahwa “... kriminologi menghidupkan dengan memberi masukan dan dorongan pada hukum pidana dan sebaliknya hukum pidana memberi bahan studi dan data kepada kriminologi mengenai pelbagai ketentuan dan ancaman pidana...”
Menurut Prof. Soedarto dalam makalahnya yang berjudul “Peranan Kriminologi Dalam Mengarahkan Politik Hukum Pidana” mengatakan bahwa fungsi kriminologi terhadap hukum pidana adalah :
               1.         Meninjau secara kritis hukum pidana yang berlaku
               2.         Memberi rekomendasi guna perbaikan-perbaikan
               3.         Untuk memperbaharui pandangan hukum pidana


Lebih lanjut Soedarto mengatakan :
            “bahwa system pidana adalah bagian yang paling penting KUHP, dan kriminologi memberikan dasar esensiil yang tidak dapat ditinggalkan untuk keseluruhan struktur system pidana. Dengan demikian hasil-hasil atau penemuan kriminologi yang diperoleh melalui penelitian empiris sangat bermanfaat untuk politik kriminil pada umumnya dan politik hukum pidana pada khususnya oleh karena itu dapat dijadikan bahan pertimbangan, misalnya bagi kriminalisasi, dekriminalisasi, atau perubahan undang-undang”.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa peran kriminologi amat sangat dibutuhkan guna membantu penerapan hukum pidana yang tidak hanya mencegah terjadinya kejahatan tetapi pula memperhatikan peranan dan nasib korban yang juga merupakan bagian dari objek kriminologi.
2.      Penegakkan Hukum dalam HAM
Pemenuhan Hak Asasi Manusia erat kaitannnya dengan terwujudnya penegakan hukum, jadi apabila penegakan hukum di suatu wilayah tidak di terlaksana dengan baik maka pemenuhan Hak Asasi Manusia pun tidak dapat terpenuhi dengan baik. Pengaturan HAM di Indonesia diatur dalam UU No.39 tahun 1999, UUD 1945 Pasal 28A-28J, dll. Penegakan hukum tidak terlepas dari unsur-unsur yang ada, diantaranya aparat penegak hukum, dimana aparat penegak hukum merupakan penyelenggara negara yang bertugas melindungi dan memberikan jaminan HAM kepada warga masyarakat.
Menyorot lebih jauh aparat penegak hukum beserta lembaganya yang fungsinya dalam penegakan hukum, maka institusi Kepolisian menjadi gerbang utama penegakan hukum yang bernaung di bawah payung hukum Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam menjalankan fungsi dan tugas pokoknya tersebut, maka Kepolisian diprasyaratkan agar menjunjung tinggi hak asasi manusia. Namun kenyataan, terkadang aparat hukum bersikap tidak prosesional seperti menunda atau mengulur suatu kasus untuk ditindaklanjuti.
Faktor yang lain juga terjadi pada saat penyidangan, dimana hasil keputusan suatu perkara bisa saja  merugikan korban, atau tidak terpenuhinya hak-haknya.
Oleh sebab itu adanya korelasi yang sangat kuat antara penegakkan hukum dengan pemenuhan HAM, diperlukan penegakkan hukum yang kuat guna terciptanya pemenuhan HAM.
3.      Penyidikan Ilmiah (Kriminalistik)
Kriminalistik adalah suatu pengetahuan yang berusaha untuk menyelidiki/ mengusut kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan-keterangan dengan menggunakan hasil yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan lainnya (R. Soesilo dan M.Karjadi, 1989:7).
Kegunaan Mempelajari Kriminalistik
(a) Mengikuti proses penyidikan dengan benar demi terciptanya suatu kebenaran materiil;
(b) Menghindarkan kesalahan dan penyelewengan penyidikan, terutama pada perkara yang besar dan mengundang opini masyarakat;
(c) Dapat bertindak jujur sebagai calon hakim, jaksa dan penasihat hukum sehingga dapat mendudukan perkara secara benar. (R. Soesilo dan M.Karjadi, 1989:20).
4.      Perkembangan Kejahatan
Pemahaman dan penjelasan masyarakat tentang kejahatan dimulai dengan pemikiran yang tidak rasional yang menghubungkan tindakan kejahatan dengan pengaruh ruh jahat. Penjelasan berdasarkan ruh jahat ini dikenal sebagai penjelasan demonologis. Pada masyarakat sederhana, segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta, termasuk manusia dipercaya berada dibawah kekuatan gaib. Kalau ada orang bertindak laku tidak sesuai dengan norma umum masyarakat, yang kini disebut dengan kejahatan, dianggap sebagai karena dipengaruhi oleh kekuatan gaib (setan) yang jahat, bukan karena kemauannya sendiri
Ketika manusia menjadi rasional, penjelasan demonologis ditinggalkan. Secara rasional, yang merupakan crri aliran klasik, manusia melakukan kejahatan karena pertimbangan rasional (untung dan rugi) untuk melaksanakan kehendak bebasnya. Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (Free Will). Dimana dalam bertingkah laku, ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keinginannya (bedonisme).
Tipologi Kejahatan menguraikan beberapa bentuk kejahatan yang dipandang penting yang merupakan pokok perhatian masyarakat dan ahli kriminologi pada masa belakangan ini. Ada beberapa jenis tipologi, diantaranya :
·         Tipologi Hukum Kejahatan,  tipologi hukum kejahatan yang lazim dikenal adalah
·         Kejahatan terhadap Orang, meliputi penganiayaan, perkosaan, pembunuhan,
·         Kejahatan terhadap Harta Benda, penipuan, pencurian, penggelapan.dll,
·         Kejahatan terhadap ketertiban umum, seperti pemabokan, perjudian. dll,
·         Kejahatan terhadap negara, seperti Makar.
·         Tipologi Sosial Kejahatan, Gibbons (1965), mempergunakan dimensi definisi dan dimensi latar belakang dalam merumuskan tipologi kejahatan. Dimensii definisi meliputi : 1). Ciri pokok tindakan pelanggaran, 2). Latar hubungan dengan orang-orang lain tempat pelanggaran terjadi, 3).  Konsep diri dari pelanggar 4). Sikap terhadap masyarakat dan lembaga-lembaga pengendalian sosial seperti polisi, dan 5). Tahapan-tahapan dalam peran karir dari pelanggar.
·         Kejahatan Kekerasan, untuk lebih memahami kejahatan kekerasan maka disajikan gabungan dari tipologi yang dirumuskan oleh John Conrad (1996), Mustofa (1996) dan Pierre Spitz (1981), meliputi : 1). Kekerasan yang dipengaruhi oleh faktor budaya, 2). Kekerasan yang dilakukan dalam rangka kejahatan, 3). Kekerasan patologis, 4). Kekerasan situasional, 5). Kekerasan yang tidak disengaja, 6). Kekerasan institusional, 7). Kekerasan birokratis, 8). Kekerasan teknologi, dan  9). Kekerasan Korporasi.
·         Budaya Kekerasan adalah sebagaimana yang dikataka ferracuti dan wolfgang (1967) dalam masyarakat terdapat nilai-nilai kekerasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan, yaitu suatu sistem nilai tentang derajat nilai kehidupan manusia dalam interaksi sosial. Karena kekerasan dapat timbul dalam interaksi sosial.
·         Kejahatan Narkotika, kejahatan narkotika terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya: memproduksi narkotika atau psikotropika secara tidak sah, mengedarkan narkotika atau psikotropika secara tidak sah, menyimpan atau memiliki narkotika secara tidak sah, dan mempergunakan narkotika atau psikotropika secara tidak sah. Hal itu disebabkan maraknya penyalahgunaan narkotika yang awalnya dikhususkan untuk obat tetapi justru dipakai untuk konsumsi sehari-hari dan berakibat merugikan pemakai dan lingkungan.
·         White-collar Crime, pengertian dasar mengenai white-collar crime menurut Sutherland adalah untuk menunjuk tipe pelaku dari suatu bentuk kejahatan (white-collar crime) yaitu “Orang dari kelas sosial ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum yang dibuat untuk mengatur pekerjaannya”. (Sutherland1968:58 dikutip dari: Kriminologi edisi kedua oleh Prof. Dr. Muhammad Mustofa:193).
·          Kejahatan dalam Kehidupan Sehari-hari (Every Day life Crime), merupakan kejahatan yang berada pada kawasan abu-abu, berada anatar tindakan yang tidak legal atau tidak bermoral. Termasuk diantara kejahatan ini adalah menerobos lampu lalu lintas saat lampu masih merah, mengendarai kendaraan dengan melawan arus, dll.
·         Organized Crime, Tindakan kejahatan yang dilakukan kelompok tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan usaha (bisnis).pada dasarnya organized crime  adalah kegiatan usaha (produksi dan distribusi)atas barang dan jasa yang haram atau dilakukan dengan tidak sah. Menurut Clinnard dan Quinney (1972) ciri organized crime modern adalah
·         Mempunyai struktur hirarki dengan polah hubungan yang bermutual dan previlese
·         Mengendalikan monopoli atau membangun pengaruh terhadap kelompok/wilayah lain
·         Menggantungkan diri pada penggunaan kekerasan dalam menegakkan disiplin dan menghadapi pesaing
·         Memelihara kekebalan hukum
·         Memperoleh keuntungan yang luar biasa besar. (Clinnard, Quinney, 1972:225. dikutip dari: Kriminologi edisi kedua oleh Prof. Dr. Muhammad Mustofa:202.)
·         Terorisme, yaitu dalam pendefinisiannya sangat sulit dan banyak sekali orang yang mendefinisikannya, namun dalam beberapa definisi ada yang serupa yaitu tindak kekerasan oleh pemerintah maupun tindak kekerasan anti pemerintah (Turk, 2002 dikutip dari: Kriminologi edisi kedua oleh Prof. Dr. Muhammad Mustofa:204 ). Namun terorisme tidak bisa disebut organized crime karena tidak orientasi materi, dan terorisme kejahatan yang mempunyai ideologi.

·         Kejahatan Kebencian (Hate Crime), pengertian paling dasar dari kejahatan kebencian menurut Gerstenfeld, yaitu tindak pidana yang dilakukan setidak-tidaknya atau sebagian dengan motivasi adanya kelompok afiliasi korban. (2004:9 dikutip dari: Kriminologi edisi kedua oleh Prof. Dr. Muhammad Mustofa:207). Contohnya di Indonesia adalah gerakan pemerintah orde baru yang melakukan program“Ganjang PKI” pada saat itu.
·         Kejahatan Transnasional, yaitu kejahatan lintas negara, bisa negara yang berbatasan langsung atau negara yang tidak berbatasan langsung.
·         Cyber Crime, merupakan kejahatan yang telah lama ada namun menggunakan teknologi baru yaitu komputer.


Laporan Pengamatan ke Pengadilan Negeri Depok
Acara Persidangan Pemakaian Obat-Obatan Terlarang (Shabu)
19 November 2014

A.    Judul Kegiatan
Acara persidangan tindak pidana pemakaian obat terlarang jenis shabu
B.     Tujuan Pengamatan
Mengetahui jalannya persidangan
Memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana
C.   Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Pengadilan Negeri Depok  JL. Boulevard, Sektor Anggrek Komplek Perkantoran Kota Kembang No. 7, Depok, Jawa Barat
E.     Waktu Kegiatan
Pengamatan jalannya persidangan di Pengadilan Negeri Depok dilaksanakan pada  :
Hari                 : Rabu
Tanggal           : 26 November 2014
Waktu             : 13.30-14.15
F. Uraian Kegiatan
Persidangan terbuka untuk umum Pengadilan Negeri Depok, yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pembacaan putusan majelis hakim atas perkara terdakwa, yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 Desember 2014, pukul 13.30 WIB. Didalam satu kasus persidangan yang diamati oleh penulis terdapat satu hakim ketua, dua hakim anggota, satu panitera, satu penasihat hukum serta satu jaksa penuntut umum. Setelah sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum, hakim ketua majelis memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadapkan terdakwa ke muka persidangan. Terdakwa datang menghadap ke muka persidangan dalam keadaan bebas. Atas pertanyaan hakim ketua, terdakwa menyatakan dalam keadaan sehat serta bersedia mengikuti persidangan dan penuntutan perkaranya pada hari ini.
Di dalam ruangan persidangan terdakwa didampingi dengan penasihat hukum (gambar terlampir).  Terdakwa secara terbukti ditangkap saat kedapatan menggunakan obat terlarang jenis shabu-shabu di rumahnya. Barang bukti yang ada pada saat itu adalah sebungkus shabu-shabu. Dalam sidang yang berlangsung terdakwa mengaku barang tersebut diperoleh dari tetangganya yang bernama Jaka. Terdakwa di berikan barang tersebut secara cuma-cuma (gratis) secara terus menerus tiap minggunya. Dari pengamatan penulis, dalam sidang tersebut penasehat hukum tidak menjalankan perannya dengan baik dimana penasehat hukum terkesan mendampingi terdakwa tanpa membela terdakwa sama sekali. Selanjutnya sidang yang berlangsung selama kurang lebih 15 menit tersebut ditutup dengan keputusan hakim ketua bahwa akan ada sidang lanjutan yang akan dilaksanakan pada tanggal 04 Desember 2014 yang membahas tentang penetapan hukuman terhadap terdakwa. Selanjutnya terdakwa dan penasehat hukum dipersilahkan keluar dari ruang persidangan. Sidang selesai.



Lampiran:


Gambar 1.1 tampak depan Pengadilan Negeri Depok 
Gambar 1.2 Tampak terdakwa masuk kedalam ruang sidang dengan keadaan bebas dan didampingi dengan penasehat hukum.

Gambar 1.3 Hakim ketua sedang mendengarkan terdakwa yang sedang memberikan keterangan.


Daftar Pustaka:
Mustofa, Muhammad.2010.KRIMINOLOGI EDISI KEDUA.Bekasi:Sari Ilmu Pratama (SIP)
Slide show mengenai peran peran dalam pengadilan oleh Dr. Drs. Thomas Sunaryo M.Si.
Bonger,W.A, Pengantar tentang Kriminologi, Jakarta,1982
Soesilo, Karjadi M. 1989. Kriminalistik. Bogor : Politeia
Soeparmono. 2002. Keterangan Ahli & Visum Et Repertum Dalam Aspek Hukum Acara Pidana. Semarang : CV Mandar Maju

Hamzah, Andi. 1990. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Komentar

Postingan Populer