UAS MMI 2014

1.      Kearifan Lokal dan Kebangsaan
Pada hakikatnya budaya memiliki nilai-nilai yang senantiasa diwariskan, ditafsirkan dan dilakukan oleh masyarakat seiring dengan proses perubahan sosial masyarakat yang terjadi. Menurut Fuad Hasan, budaya Nusantara yang plural merupakan kenyataan hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari. Kebhinekaan ini harus dipersandingkan bukan dipertentangkan. Keberagaman ini merupakan manifestasi gagasan dan nilai sehingga saling menguat dan untuk meningkatkan wawasan dalam saling apresiasi. Kebhinekaannya menjadi bahan perbandingan untuk menemukan persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan (virtue and wisdom). Konsepsi ini menunjukkan pentingnya budaya dan nilai nilai yang terkandung dalam kebhinekaan itu untuk membentuk suatu karakter bangsa. Dimana karakter bangsa dibangun atas dasar kebutuhan masyarakat dan juga memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa ini. Budaya yang dimiliki tersebut tercakup dalam suatu konsep yang disebut dengan kearifan lokal (local wisdom). Kearifan lokal menurut Departemen Sosial (sekarang Kementrian Sosial) diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka.
Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam. Balipos terbitan 4 September 2003 memuat tulisan “Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisi”, antara lain memberikan informasi tentang beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:
1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam.
2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.
3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji.
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian.
7. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur.
8. Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.
Dalam paper Meutia Farida Hatta yang berjudul Pengelolaan Kebudayaan: “Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat” membahas tentang usaha pemerintah dalam pengelolaan kebudayaan.
·         Bangsa Indonesia sebagai Suku Bangsa dan Bangsa
Peran pemerintah untuk membuat suatu kebangsaan ditengah kearifan lokal yang ada, yaitu dengan cara memadukan antara unsur lokal dan unsur nasional. Contohnya dalam proses pendeteksian tsunami yang terjadi. Hal ini bisa dipadukan antara budaya lokal masyarakat setempat yaitu dalam proses penyebaran informasi dan budaya nasional yang dengan menggunakan teknologi modern sehingga kebangsaan dan kearifan lokal dapat bekerja sama.
·         Pengelolaan Kebudayaan
Dalam membangun kebudayaan daerah serta nasional, Pemerintah khususnya yang menjadi pengelola kebudayaan, harus berfondasi pada kebudayaan sendiri.  Pemerintah perlu mendorong kesadaran warga bangsa Indonesia untuk menjaga ciri ke-Indonesia-an tetap ada dan dapat memajukan negara dan bangsa.
·         Perlunya Memahami Aset-Aset Budaya Bangsa
Aset-aset budaya milik bangsa Indnesia yang terdiri dari ratusan sukubangsa tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Pemeliharaan serta perlindungannya berada di tangan pemerintah, ada yang di tingkat pusat maupun di tingkat pusat maupun ditingkat daerah. Aset-aset ini didayagunakan untuk kepentingan nasional seperti mengangkat citra Indonesia melalui warisan buadayanya yang unggul, dan sebagai wisata ekobudaya yang menjadi kekuatan pariwisata nasional.
·         Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat
Terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat yaitu sebagai berikut:
o   Pemerintah perlu memberikan peluang bagi masyarakat (termasuk lembaga-lembaga budaya) untuk tetap memelihara, melestarikan, dan mengembangkan berbagai sumberdaya sosial budaya yang memang berasal dan hidup dalam pengelolaan masyarakat pendukung budaya yang bersangkutan
o   Pemerintah perlu menegaskan perannya untuk memelihara aset-aset budaya di daerahnya yang terdiri dari pengetahuan budaya, perilaku budaya, serta artefak-artefak yang digunakan, yang berdaya guna tinggi dan tersedia dalam kehidupan masyarakat
o   Pembangunan saat ini untuk dapat difokuskan pada pembangunan budya daripada pembangunan ekonomi. Artinya, percuma kita bicara, menggaungkan, dan mendesain pembangunan karakter bangsa tanpa memperhatikan keragaman budaya lengkap dengan nilai-nilainya. Sebab karakter bangsa dibangun bukan berdasarkan pada formula yang instan dan kondisi yang instan pula, melainkan dibangun berdasarkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan aktivitas masyarakat yang terbina secara turun temurun. Dan itu bisa diperoleh apabila kita memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa ini.
o   Kemitraan Masyarakat dan Pemerintah ditujukan dalam mengelola hubungan sosial untuk memperkuat solidaritas antar penduduk yang multietnis dan agama, untuk menjaga multikulturalisme Indonesia dari potensi konflik suku bangsa , agama dan kelompok, serta mendorong kerukunan beragama.
o   Pemerintah dan masyarakat perlu bermitra untuk mendorong terjaganya kearifan lokal masyarakat melalui program-program pengelolaan yang dilengkapi dengan pemberian apresiasi.
o   Pemerintah perlu memberi insentif dana pada penutur, pemilik tradisi dan proses pewarisannya kepada generasi muda
o   Pemerintah dengan masyarakat melalui lembaga pemerintah dan swasta mensosialisasikan dan mempopulerkan nilai pancasila melalui kesenian rakyat dan juga dalam bidang pendidikan.
2.      Globalisasi
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa diseluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk. Kewarganegaraan.2005)
Kajian Globalisasi menurut Leslie Sklair dikelompokkan dalam empat fokus kajian, yang saling berkaitan yaitu:
·         Pendekatan sistem dunia (World-system approach)
Pendekatan sistem dunia didasarkan pada pembedaan diantara peran inti negara bangsa, semiperiferal, periferal dalam pengertian perubahan-perubahan peran mereka dalam pembagian tenaga kerja Internasional  (International devision of labour) yang didominasi oleh sistem kapitalisme dunia. Pendekatan sistem dunia merupakan salah satu pendekatan yang cukup berguna untuk mengkaji globalisasi, namun pendekatan ini tidak membuat perbedaan yang jelas dari dimensi “global” sebagai bagian dari fokus Internasional yang selalu mereka tekankan. Bahkan kedua istilah ini, yakni global dan internasional digunakan untuk saling menggantikan. Wallerstein sendiri jarang menggunakan kata globalisasi. Menurutnya ilmu ekonomi merupakan model dari pembagian kerja yang membedakan negara-negara semiperipheral dengan negara, sedangkan  politik hampir semuanya sebagai gerakan-gerakan antisemistik dan perjuangan superpower. Kelemahan dari pendekatan ini terlalu menekankan satu aspek dari proses globalisasi dan kurang memberi perhatian dimensi yang lain dari proses tersebut.
·         Pendekatan budaya global
Pendekatan ini berasal dari penelitian-penelitian dalam globalisasi budaya (globalization of culture). Pendekatan ini memfokuskan diri pada masalah yang berkaitan dengan homogenisasi budaya. Oleh karena itu pendekatan budaya global lebih bersifat komplementer dibandingkan pendekatan masyarakat global. Pendekatan budaya global ini banyak diilustrasikan dalam kumpulan artikel, dalam buku, maupun dalam jurnal “Theory, Cultural, and Society” yang diedit oleh Featherstone (1994) dibawah judul Global Culture. Karya ini memiliki koherensi yaitu. Pertama, mereka cenderung memberi prioritas pada budaya dibandigkan dengan fenomena politik dan ekonomi. Ini tentu saja berbeda dengan pendekatan sistem dunia yang lebih mempertajam penelitian di bidang ekonomi. Kedua, terdapat suatu common interest menyangkut pertanyaan mengenai bagaimana individu dan atau identitas nasional dapat bertahan dalam menghadapi munculnya budaya global. Dasar dari pendekatan ini adalah percepatan dalam bidang teknologi komunikasi sehingga menciptakan oleh Marshal McLuhan sebagai “global village”. Sedangkan gagasan dasarnya adalah bahwa persebaran media massa, khususnya televisi mempunyai makna setiap orang dapat menampilkan image yang sama, yang hampir pasti secara instan. Salah satu yang menjadi masalah dalam pendekatan budaya global adalah budaya global itu sendiri masih merupakan suatu hal yang problematis, apakah sebagai realitas (reality), sebagai kemungkinan (probability), atau sebagai sebuah fantasi (fantacy).
·         Pendekatan masyarakat global
Menurut sejarahnya, para teoritisi masyarakat global mempunyai argumentasi bahwa konsep dunia atau masyarakat global telah menjadi gagasan yang dapat dipercaya hanya dalam masa modern, khususnya ilmu pengetahuan, teknologi, industri dan nilai-nilai universal yang semakin menciptakan sebuah dunia abad ke 20 yang berbeda dari masa sebelumnya. Literatur-Literatur mengenai globalisasi ini penuh dengan diskusi yang berkaitan dengan penurunan kekuasaan dan arti penting negara bangsa dan semakin meningkatnya institusi serta sistem kepercayaan. Gagasan mengenai “space time distanctiation”dari Giddens (1991) dan “time space compression  dari Harvey (1989) mengilustrasikan bagaimana proses globalisasi memapatkan, meluaskan, memperdalam ruang-waktu untuk semua orang di dunia dan selanjutnya menciptakan kondisi bagi masyarakat global.
·         Pendekatan Kapitalisme Global
Model keempat dari pendekatan globalisasi adalah meletakkan kekuatan-kekuatan dominan global dalam struktur kapitalisme yang lebih mengglobal. Mereka menjelaskan bahwa deindustrialisasi di daerah jantung kapitalisme dan transformasi dari beberapa negara yang disebut sebagai negara dunia ketiga, juga berpendapat bahwa globalisasi dari sistem kapitalisme secara mendalam berhubungan dengan krisis pada tahun 1970an. Model sistem global didasarkan pada konsep praktik-praktik transnasional yang berasal dari aktor-aktor luar negara bangsa dan lintas batas negara bangsa. Korporasi-korporasi transnasional (TNC) adalah institusi yang paling penting dalam praktik transnasional ekonomi, Transnational capitalist class (TCC) untuk praktik praktik transnasional politik dan idelogi konsumerisme untuk praktik transnasional ideologi budaya. Ketiganya beroperasi dalam rangka melakukan transformasi dunia sebagai proyek kapitalis global.

Suatu Kemunculan internet sebagai media baru menjadi kebutuhan yang krusial bagi masyarakat terutama di era globalisasi seperti saat ini. Adanya Publik sphere yang merupakan suatu realitas kehidupan sosial di dalam mana terdapat suatu proses pertukaran informasi dan berbagai pandangan berkenaan dengan pokok persoalan yang tengah menjadi perhatian umum sehingga dalam proses tadi terciptalah pendapat umum. Dengan dihasilkannya pendapat umum maka pada gilirannya akan membentuk kebijakan negara dan pada akhirnya akan membentuk suatu tatanan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini membentuk suatu cybercommunity seperti dalam Teori desa global yang diungkapkan oleh Marshall McLuhan, teori komunikasi dunia maya dan teori dependensi efek komunikasi massa. Desa Global adalah konsep mengenai perkembangan teknologi komunikasi di mana dunia dianailogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar. Marshall McLuhan memperkenalkan konsep ini pada awal tahun 60-an dalam bukunya yang berjudul Understanding Media: Extension of A Man. Konsep ini berangkat dari pemikiran McLuhan bahwa suatu saat nanti informasi akan sangat terbuka dan dapat diakses oleh semua orang. McLuhan menyatakan bahwa desa global terjadi sebagai akibat dari penyebaran informasi yang sangat cepat dan massive di masyarakat. Penyebaran yang cepat dan massive ini menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (media massa). Manusia pada masa itu akan lebih menyukai komunikasi audiovisual yang interaktif, informatif, dan menghibur. Seiring berjalannya waktu, konsep ini terus berkembang. Konsep ini dianggap sesuai dengan keadaan masa kini, yakni teknologi komunikasi, salah satunya adalah internet, terbukti dapat menyatukan dunia. Perkembangan teknologi seperti yang dinyatakan dalam desa global, membawa dampak positif dan negatif.
Pengguna Internet (cyber community) menurut Doughlas Shouler dan Peter Day memiliki tiga ciri utama ruang publik yaitu:
·         Setiap orang dapat berpartisipasi dalam basis yang sama. Baik orang yang mempunyai uang ataupun orang yang tidak mempunyai uang. Hal ini menandakan bahwa masyarakat dilibatkan secara langsung dengan proses pembatan keputusan.
·         Harus ada suatu program yang berfokus pada suatu agenda publik. Apabila agenda publik dimonopoli dan dimanipulasi oleh suatu korborasi tertentu maka public sphere akan terancam keberadaannya.
·         Public Sphere membutuhkan proses deliberasi yang terdiri dari seluruh suara. Dalam point ini memerlukan beberapa konsep yaitu
o   Deliberasi,  proses pemberian alasan atas suatu kandidat kebijakan publik diuji lebih dahulu lewat konsultasi publik, atau diskursus publik yang terdiri dari berbagai point.
o   Publik, Diskusi harus dilaksanakan secara terbuka dan dapat diamati oleh semuanya.
o   Proses, lagkah-langkah yang dilakukan dpikirkan secara perhatian dan dibawa dalam public sphere, didiskusikan kemudian dilakuka secara jelas dan meluas agar semua masyarakat mengetahui.


3.      Industrialisasi
Pembangunan ekonomi dimaknai dengan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan sehingga menghasilkan transformasi struktural dalam perekonomian. Perubahan tatanan kehidupan sosial ini berfokus pada suatu perubahan mata pencaharian dari agraris menjadi industri. Arthur Lewwis dan Hollis Chenery, lebih menekankan industrialisasi pada mekanisme yang memungkinkan perekonomian negara terbelakang mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pertanian tradisional untuk kebutuhan sendiri kepada suatu perekonomian yang lebih modern, lebih mengarah ke kota dan lebih beraneka dalam industri dan jasa.
Indikator utama tingkat perkembangan industri adalah
·         Sumbangan keluaran (output) industri manufaktur dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Faktor lain untuk menentukan kinerja industrial adalah ukuran absolut ekspor produk industri manufaktur.
·         Faktor penting yang menyebabkan bahwa kinerja Indonesia dalam hal jumlah ekspor produk manufakturnya kurang mengesankan adalah faktor skala. Faktor ini sangat penting dalam menentukan volume perdagangan. Contohnya saja dalam makanan tape yang ada di Indonesia. Proses pembuatan tape tersebut hanyalah singkong yang diberikan ragi. Tape ini sendiri tidak bisa dibuat match product, karena skala kecil maka kita cenderung mengimpor makanan dari luar negeri. Seharusnya Indonesia lebih memusatkan pada penggalakkan ekspor industri manufaktur untuk memperoleh devisa yang diperlukan untuk mengimpor pangan, bahan bakar,dan bahan mentah yang dibutuhkan oleh negara lain.
·         Tingkat FDI (Foreign Direct (Private) Investment)
FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. FDI bermula saat sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang ke sebuah perusahaan di negara lain khususnya ke negara berkembang. Dengan cara ini perusahaan yang ada di negara asal (home country) bisa mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi (host country) baik sebagian atau seluruhnya. Pengaruh terbesar FDI ini ada di negara-negara berkembang, dimana aliran FDI telah meningkat pesat dari rata-rata di bawah $10 milyar pada tahun 1970an menjadi lebih dari $200 milyar pada tahun 1999. Di antara negara-negara lainnya, Cina adalah negara tuan rumah terbesar bagi FDI. Perusahaan-perusahaan multinasional besar dan konglomerat-konglomerat masih menjadi bagian terbesar dari FDI (sumber: UNCTAD). (Rajesh Chandra : 1986)
Dengan dimulai adanya FDI yang menanamkan modalnya di Indonesia kemudian masuklah perusahaan asing yang berbentuk Multinational Corporation (MNC) yang mempunyai tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja dan mengembangkan teknologi yang ada. Kehadiran MNC penting dikarenakan dapat membantu pemerintah untuk bersaing dengan negara lain. Contoh konkrit dari perkembangan MNC adalah perusahaan McD. Dalam proses pembuatan pabriknya membutuhkan tenaga kerja, oleh sebab itu keberadaan perusahaan asing ini juga mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.
Peran pemerintah dalam kepemilikan suatu manufaktur adalah mengelola beberapa perusahaan yang kebutuhannya merupakan hak vital bagi masyarakat, yaitu BUMN sperti PLN, PERTAMINA, PAM yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Jika perusahaan asing tersebut ingin masuk dalam mengelola kebutuhan tersebut maka hanya sampai pada level tertentu. Seperti produksi air mineral, pihak asing hanya sampai pada proses pemurniannya saja. Pada abad 21, proses Industrialisasi mengedepankan liberalisasi dan keterbukaan sedngkan dalam konstitusi Republik Indonesia menetapkan bahwa negara tetap berperan dalam proses tersebut sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Maka diperlukan usaha khusus dari negara untuk dapat bersaing dengan bangsa asing namun tetap mempertahankan ke-Indonesia-annya:
·         Faktor investor asing yang masuk dikoordinir oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Dimana badan ini mengurusi pemberian izin produksi dan penentuan kapasitas sektor industri manufaktur Indonesia
·         Faktor skala yang berkaitan dengan ukuran absolut ekspor Industri. Seperti memberlakukan pembatasan terhadap impor. Serta memberikan tarif bea masuk yang mahal sehingga penduduk dalam negeri menekan pembelian terhadap produk impor tersebut.
·         Industri pendukung yang kuat disupport oleh lembaga seperti Bank Perkreditan Rakyat. Contohnya Industri kecil menengah yang ada di masyarakat yang kekurangan modal dapat dibantu dengan meminjam modal di Bank Perkreditan Rakyat. Langkah aktif untuk membantu industri rumah tangga ini juga meliputi pemberiaan informasi pasar. Didirikan pula organisasi Sentra yang mendorong dan membantu industri rumah tangga dalam peningkatan mutu, pemberian kredit dan pemasaran. Dan juga pemerintah Indonesia memperkenalkan program pengembangan Industri kecil untuk memberi latihan kepada industri kecil
·         Sistem pemberian lisensi yang luas, yaitu memungkinkan pemerintah untuk ikut campur agar perusahaan asing dapat bekerja sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat.

4.      Demokratisasi
Perilaku politik atau tindakan-tindakan politik yang dilakukan warga negaranya untuk mempengaruhi pemerintah dengan maksud mempengaruhi kebijakan politik erat kaitannya dengan budaya politik yang timbul. Hubungan antara perilaku politik dan budaya politik sangat erat kaitannya oleh karena itu. Perilaku politik lebih mengarah pada tindakan-tindakan yang disebabkan cara pandang individu atas sistem politik yang dilaksanakan dalam aktivitas berpolitiknya. Sedangkan budaya politik lebih berkonotasi pada pelembagaan dari perilaku politik warga negara yang telah menyatu dalam aktivitas sosial dan politik. Konsep masyarakat sipil (civil society) dipahami sebagai sebuah bangunan masyarakat dimana warga (negara) didalamnya dapat terlibat secara aktif dalam proses pengambilan kebijakan maupun pembangunan. Dalam politik dikenal adanya demokrasi. Dimana demokrasi yang sehat harus mengandung cita-cita kebudayaan, dengan mempertimbangkan tradisi gotong-royong masyarakat, watak multikultural kebangsaan Indonesia, dan pengalaman keterjajahan. Para pendiri bangsa Indonesia menggagas demokrasi yang sejalan dengan cita-cita bangsa Indonesia. Yakni suatu demokrasi pemusyawaratan yang menyediakan wahana bagi perwujudan semangat kekeluargaan dan keadilan sosial dibawah bimbingan hikmah kebijaksanaan. Hal ini sesuai dan tercantum dalam sila ke-4 Pancasila, untuk mengedepankan musyawarah untuk mufakat sebagai salah satu jalan menuju konsensus dalam penyelesaian masalah. Dimana musyawarah mufakat ini bagian dari demokrasi yang sesuai dengan cita-cita dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam contohnya musyawarah untuk mencapai kata mufakat dilakukan sesuai cara suku masing-masing. Contohnya musyawah dan mufakat yang dilakukan di Bali (Wayan Gede : 2011) Seperti pada umumnya kehidupan masyarakat-masyarakat Indonesia, budaya demokrasi dalam masyarakat Bali tercermin dalam struktur pemerintahan desa dataran homogen menganut pola pimpinan kolektif , dimana pimpinan-pimpinan puncak desa pakraman dipegang oleh suatu komite yang terdiri dari beberapa orang. Hal ini terlihat jelas dalam keterbukaan sistem perekrutan . di desa di Bali terdapat suatu kebiasaan yang sangat baik, dimana tradisi musyawarah itu disebut dengan pasangkepan selalu dikedepankan. Tradisi ini merupakan suatu musyawarah untuk mencapai kata mufakat dalam menyelesaikan masalah yang timbul.
Parameter dari berhasilnya demokrasi menurut Sri Soemantri:
(1)        Hukum ditetapkan dengan persetujuan wakil rakyat yang dipilih secar bebas.
(2)        Hasil pemilu dapat mengakibatkan pergantian orang-orang pemerintahan.
(3)        Pemerintahan harus terbuka.
(4)        Kepentingan minoritas harus dipertimbangkan.

Sehingga suatu demokrasi yang diciptakan negara Indonesia saat ini yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat telah bersinergi bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks Indonesia yang sesuai dengan cita-cita dan kepribadian bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka

Ans, “Pola Perilaku Orang Bali Merujuk Unsur Tradisional”, dalam http://www.balipos.co.id, 4 September 2003
Fuad Hassan, “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia” , dalam http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, didownload 30/05/15
Kawamura, Koichi.2011.Consensus and Democracy in Indonesia: Musyawarah-Mufakat Revisited. P. 11-34
Latif, Yudi. 2011. Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi. P. 1-25
Lubis, Zulkifli B. 2003. Menumbuhkan (kembali) kearifan lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Tapanuli Selatan.
Permana, Raden Cecep Eka, Isman P.N & Jajang G. 2011. Kearifan Lokal tentang Mitigasi Bnecana pada Masyarakat Baduy.
Salim, Emil.1993. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES.
Schuler, Douglas. tt.. Shaping the Network Society.
Sklair, Leslie. 1999. Compering Conception of Globalization.

Swasono, Meutia Farida Hatta. 2013. Pengelolaan Kebudayaan: Kemitraan Pemerintah dan Masyarakat. 2013

Komentar

Postingan Populer