konstitutif kriminologi dan kriminologi kesejahteraan
Kriminologi Konstitutive dan
Kriminologi Kesejahteraan
The
Codetermination of Crime As Ideology
Fokus utama dari kriminologi konstitutif
adalah tampikan mereka pada reduksinonisme. Kriminologi kostitutif tidak dalam
lingkup polemik pemisahan institusi individu dan struktur yang dibuat.
The making
of human subjects: Transpraxis
Kriminologi konstitutif
berkonsenstrasi dengan mengidentifikasi beberapa cara yang memiliki keterkaitan
antara human agents constitute crime,
korban, dan kontrol sebagai realitas. Itu berkaitan dengan bagaimana realitas
yang muncul, kemudian diidentfikasi sebagai bagian dari human agents. Transpraxis sendiri mengasumsikan bahwa kelompok
oposisi kritis harus menyadari efek dari reconstitutive—reproduksi
dari hubungan-hubungan produksi—dalam upaya keras untuk menetralisir atau
menantang mereka. Combe (1989) mencatat bahwa salah satu ranah yang paling
menjanjikan bagi penelitian yang didasarkan oleh teori praktek adalah
pertimbangan tentang cara di mana wacana dan praktek hukum secara aktif
berpartisipasi dalam pembuatan subyek manusia, dan dengan demikian dapat
mereproduksi hubungan sosial kekuasaan. Bahanya di sini adalah reifying subyek manusia dengan
mengutamakan wacana mereka, seolah-olah
bagaimana wacana dioperasikan secara independen dari mereka yang
menggunakannya.
Kriminologi konstitutif kemudian
mengakui kekeuatan ‘human agents’
untuk menggerogoti struktur yang berhadapan dengan mereka dan menegaskan bahwa
agen yang menggunakan dan digunakan dalam generasi pengetahuan dan kebenaran
tentang apa yang mereka lakukan.
Twoside of
Transpraxis
Kontradiksi ini bukan penyimpangan
sementara dari struktur kontrol, melainkan pilar dasar konstitusi tersebut.
Dalam istilah Bourdieu (1977), mereka adalah contoh dari cara di mana wacana
kontrol dalam masyarakat bersifat selaras. Transpraxis seharusnya tidak
mengabaikan sisi kebalikan dari dialektika kontrol ini. Afirmatif reproduksi
kontrol sosial melalui tindakan manusia juga bertujuan merusak apa yang sedang
dibentuk. Contohnya seperti yang diperlihatkan oleh Henry (1988a) ketika agen
negara berusaha untuk mengontrol hubungan ekonomi yang berada di luar pajak nasional,
mereka menempelkan label merugikan pada kegiatan tersebut dan menggiringnya
pada konotasi negatif. Arti seperti ‘black,’ ‘hidden,’ ‘underground,’
‘shadown,’ ‘secret,’ digunakan untuk menunjukkan bahwa hubungan ekonomi
tersebut tidak dapat dipercaya.
Semakin banyak lembaga negara bicara
tentang kerumitan kendali mereka, dan semakin banyak orang mengalami realitas
yang berbeda dari subyek hubungan untuk mengontrol, maka semakin terlihat
kenistaan pengontrol dan institusi mereka. Hasilnya, orang mulai bertanya
tentang perbedaan, seperti antara pencuri dan akuisisi properti yang sah,
antara kejujuran dan ketidakjujuran, antara street
crime dan white collar crime dan
antara narkoba jenis keras dan rendah. Pertanyaan seperti itu, yang berasal
dari upaya lembaga kontrol untuk mengontrol, sebenarnya melemahkan kontrol yang
dirancang untuk melindungi: hubungan-hubungan produksi serta tatanan moral dan
sosial.
Discursive
Practices as the Medium of Codetermination
Isu utama dalam kriminologi
konstitutif adalah peran praktik diskursi manusia. Adanya pembicaraan khusus
seperti Cohen (1985) yang membicarakan tentang kontrol, Manning (1988)
berbicara tentang organisasi dsb, keduanya merefleksikan dan membentuk narasi
untuk mereproduksi struktur sosial kejahatan dan ini merupakan kontrol pada
ruang dan waktu. Knorr-Cetina dan Cicourel (1981) berpendapat bahwa manusia
mengubah kejadian yang ia lihat atau yang ia alami sebagai kejadian mikro dalam
representasi yang ringkas, atau pola pikiran, dengan mengandalkan aktivitas rutin,
mereka yakin akan mendapatkan representasi yang cocok pada kejadian tersebut;
yaitu bersifat objektif dalam konstruksi narasi yang logis. Dalam sudut pandang kriminologi konstitutif,
struktur sosial adalah kategori yang digunakan untuk mengklasifikasikan
peristiwa yang menggambarkan dugaan mereka. Dengan demikian, mereka diperkuat
dengan konstruksi rutin dalam kehidupan sehari-hari dan dengan organisasi
kegiatan mereka, seolah-olah mereka adalah entitas kongkrit. Yang terpenting,
struktur sosial yang dibentuk adalah praktek bahasa dan diskursif yang membuat
perbedaan konseptual melalui permainan perbedaan.
Dalam analisis tingkat organisasi,
kompleksitas kondisi manusia bersifat statis, adanya dekontekstual yang artinya
memungkinkan adanya pengontrol untuk menegosiasikan kasus rutin yang lebih
baik. (Cicourel, 1968; Sudnow, 1965;
thomas 1988). Wacana memang merupakan "mekanisme disiplin" dengan
diciptakan "badan yang taat" dan "tubuh utilitas" stabil
(Foucault 1977). Pada analisis tingkat masyarakat, logika modal dan kategori
rasionalisasi proses hubungan integral yang konstitutif menangkap hubungan penting, sering dalam
bentuk fetishistik. Tidak sedikit merupakan struktur retorika, ekspresi kiasan
dan tingkah laku verbal digunakan sebagai penanda utama makna. Dengan kata
lain, praktik praktik diskursif menghasilkan teks (konstruksi narasi),
konstruksi imajinasi yang berlabuh pada penanda untuk menandakan hal tertentu,
menghasilkan gambar tertentu diklaim
sebagai kenyataan. Teks-teks ini menjadi koordinat semiotik tindakan,
menggunakan agen rekursif, dengan demikian, memberikan proses rekonstruksi dari
bentuk aslinya.
Agen dalam pengaturan organisasi
cenderung mengurangi umpan balik yang merepresentasikan pencemaran dan gangguan
"noise". Fluiditas
pengolahan organisasi dalam konteks peradilan pidana menuntut tingkat
rasionalitas dan formalitas yang tinggi, yang keduanya berpengaruh pada praktek
pengendalian kejahatan. Pada bagian ini sesuai untuk meningkatkan kompleksitas
dalam formasi sosial dengan meminta kategorisasi lebih abstrak meliputi varian
yang lebih "surplus kemungkinan" (Luhmann, 1985) tetapi menghasilkan
proses simbolisasi yang merupakan langkah untuk menghapus "kenyataan"
(misalnya, realitas konkret). Misalnya diadakannya proses peradilan membutuhkan
persamaan perlakuan, yang diklaim akan diaktifkan oleh prosedur umum yang
mengurangi orang untuk berindividu, decontextualized dari makna kosmologi yang
berbeda, dan digantikan oleh individu yang bertujuan untuk terkait dengan imbalan
materi. Dalam mempertahankan perbedaan abstrak yang dibangun, representasi ini
diaplikasikan untuk peristiwa, bukti yang bertentangan dan gangguan potensial
ditimbulkan oleh transfer internal pesan, dasar ketidakstabilan yang terbaik
dinegosiasikan oleh susunan konstruksi narasi yang sudah dimengerti (Goffman,
1974,1981, Manning 1988; Thomas 1988).
Untuk mengulangi perbedaan,
representasi tersebut dipertahankan sebagai realitas yang jelas. Bagian dari
proses realitas melibatkan investasi keyakinan dan kepentingan di dalamnya:
mereka berebut, mereka memanipulasi dan mereka semua mempertahankan diri (Knorr-Cetina
dan Cicourel, 1981). Moralitas ini dimainkan dalam bentuk simbolik dan
dipublikasikan dalam skandal politik dan bisnis, "panik moral" dan
batas lainnya - struktur pemolisisan. Dalam bentuk yang lebih halus, mereka
mengambil tempat dengan menggunakan praktik-praktik diskursif yang umum, bahkan
dalam penggunaan bentuk oposisi. Wacana oposisi sebagai konstitutif realitas
yang ada seperti wacana mendukung.
Pengorganisasian tindakan untuk
mempertahankan representasi - dibingkai oleh teks-teks naratif. Institusi
formal kapitalis (kepolisian, pengadilan, penjara) menggambarkan manifestasi
nyata dari manusia untuk mempertahankan bentuk sosial masyarakat
kapitalis. Capital logic merupakan bentuk rasionalisasi dimana-mana: semakin
banyaknya investasi yang dibuat didalamnya, namun jika tidak maka akan semakin
sulit untuk dipertahankan. Ini tidak berarti konspirasi tetapi untuk menentukan
fungsi formal,, agen dan instansi juga bersaing untuk mempertahankan integritas
mereka sendiri dalam kerangka logika modal. Daly dan Chisney Lind (1988)
melakukan analisis mendalam menggunakan perspektif feminis sosialis dan
mengkritik 1. Dirinya berada dalam situasi wacana legal yang berdasarkan pada
“peradilan” formal dan keadilan dan oleh karena itu merayakan gagasan subyek
yuridis, 2. Menggunakan standar laki-laki sebagai kriteria kebenaran dan
keidealan. 3. Negara meletakkan dasar bagi bentuk-bentuk kontrol informal
kehidupan wanita yang lebih luas. 4. Meremajakan pencegahan dan teori
retributif.
Dari perspektif konstitutif
kriminologi, institusi kontrol merupakan hubungan tindakan manusia untuk
menjaga perbedaan konseptual antara diskursif yang mengkonstruksikan struktur
sosial. Hubungan tersebut dimediasi oleh ketersediaan, melalui hubungan
intersubjektif yang mengendap, perbedaan simbolik, kumpulan nilai yang berlabuh
pada politik. Setelah dibentuk, hubungan-hubungan tersebut diungkapkan pada
bentuk simbolik yang kemudian menjadi struktur dan sebagai badan-badan ataupun
lembaga yang nampaknya mempunyai otonomi yang relatif dari kedua struktur yang
lebih luas dan manusia. Pada akhirnya, mereka juga diawasi oleh kontrol
hubungan pribadi. Dengan demikian hal ini menandakan adanya rantai, konstruksi
narasi dan potongan kegiatan sehari-hari
mengapung dalam wacana tertentu, di mana khususnya diskursif posisi-subyek
berada pada struktur yang dapat dibingkai, dipikirkan, dan dikatakan. Pemahaman
diam-diam berakar dalam sistem semiotik bawah tanah yang terus menerima
dukungan dari mereka.
Symbolic
Violence As Ideological Domination
Menurut Bourdieu (1977; 192)
"kekerasan simbolik" adalah bentuk dominasi yang yang terselubung,
dimana hal tersebut merupakan "gentle,
bentukyang tak terlihat sebagai
kekerasan, tidak pernah diakui seperti itu, tidak begitu banyak mengalaminya,
kekerasan kredit, kepercayaan, obligasi, loyalitas pribadi, keramahan, hadiah,
perasaan bersyukur, kesalehan ... ". Akan
tetapi kriminolog telah melupakan dimensi dominasi ini. Kesunyian masa kini dan
perayaan aspek diabaratkan sebagai hukum yang membentuk pengendalian yang mucul
sebagai kenyataan. Dengan keheningan, dominasi ini dianggap sebagai
“adat-istiadat” (Black,1976, 1989). Pembiaran secara informal, pengendalian
sosial non negara sebagai bagian dari peradilan pidana adalah bagaimana
"peradilan pidana" didasari. Membeli dalam definisi dominan apa yang
dianggap sebagai hukum, kejahatan kepolisian dan keadilan dengan mengecualikan
aturan, penyimpangan, kontrol sosial informal dan keadilan swasta merupakan
bagian dari cara konsep-konsep ini, yang dibuat sebagai entitas, dan dibuat
ulang sebagai realitas. Kriminologi konstitutif mengambil hukum sebagai subyek
penyelidikan, tetapi Hunt (1987) dan Harrington dan Yngvesson (1990),
berpendapat teori konstitutif mengejar studi hukum dengan menjelajahi
keterkaitan antara hubungan hukum dan hubungan sosial lainnya. Harrington dan
Yngvesson (1990; 143) mengatakan, “jika berbicara tentang ideologi dimensi
konstitutif maka akan menjelajahi ideologi hukum sebagai bentuk kekuasaan yang
menciptakan jenis tertentu dunia, khususnya, hukum-liberal yang dibentuk
sebagai bulatan terpisah "hukum" dan “masyarakat” dengan
"praktek" atau "proses " sulit antara keduanya. Dalam
dunia, aktor menanamkan ideologi atau membujuk orang lain untuk membawa mereka
secara "sukarela".
Dari perspektif konstitutif, gagasan
dari "subjek yuridis" (yaitu pria/ wanita yang wajar dalam hukum),
misalnya hanya dapat dipahami berkaitan dengan elemen konstitutif dan hasil capital logic. Henry (1983) berpendapat
dengan pendekatan seperti itu maka orang akan berpendapat bahwa hukum adalah
hasil dari interaksi sosial. Dan mulai melihat bagaimana kontrol sosial
informal yang tidak mempunyai banyak bentuk alternatif dalam hukum, tetapi
menjadi bagian penting dari proses ideologi yang mengkristal, diformalkan, diciptakan
dan dipertahankan secara berkelanjutan, baik itu dalam arena yang berbeda.
Dengan demikian kriminologi konstitutif mengarahkan perhatian kepada cara
hukum, kejahatan, peradilan pidana dikonsepkan dan tersirat sebagai realitas
objektif yang memiliki konsekuensi nyata, konsekuensi tersebut dikaitkan dengan
klaim mereka.
Dilihat dari cara ini, lembaga hukum
merupakan “kontrol pikiran” yang berarti tindakan yang mencerminkan realitas
apa yang dipertahankan. John Brigham (1987, 306) melakukan penelitian tentang
gerakan sosial, di mana ia menemukan bahwa gerakan sosial tidak terpisahkan
dengan hukum yang digunakan, seperti bahwa "... bentuk hukum merupakan
bahasa yang nyata, tujuan dan strategi aktivitas gerakan ". Dengan
demikian, bentuk hukum dan lembaga kontrol mereka berakar pada wacana kontrol
dan struktur sosial orang tua mereka sendiri dan tidak dapat dipisahkan dari
mereka.
Sense Data
And Meaning Construction
Proses membangun makna
intersubjektif semakin meningkat dan dirampas oleh agen dari organisasi yang
menggunakan konstruksi sebagai kriteria yang digunakan untuk penyelidikan,
pengendalian dan perbuatan seseorang yang beresiko tinggi dalam peraturan
sosial yang ada. Selanjutnya, konstruksi ini diberikan dukungan ideologis
melalui serangan oposisi pada intrumen kontrol sosial. Serangan oposisi oleh
beberapa teori kritis mengambil sebagian dari konsep, prasangka dan hipotesa
kerja dari beberapa agen kontrol yang dapat menciptakan the self-perpetuating machine. Namun terdapat bahaya yang
ditimbulkan dari perspektif kriminologi realis yang memiliki kecenderungan
penciptaan yang diakui oleh pengikutnya.
Lembaga kontrol sosial disusun atas
dasar mediasi dari sistem simbolik. Sistem simbolik yang dibentuk oleh
tanda-tanda sistem dengan menggunakan dua angka, yaitu (1) signifiers - gambar penanda, jejak psikis atau ekspresi sederhana-
dan (2) the signified - petanda
konsep yang diberisi makna. Agen organisasi termasuk agen pengontrol harus
dapat menciptakan kesetabilan dari penyimpangan yang tidak berujung dari signifieds dibawah signifier, dengan memberikan makna tertentu, seperti makna yang
formalistik, rasionalistik dan logis dan menghasilkan jaringan semiotik yang
stabil dan statis yang kemudian berakhir pada kekuataan dalam perubahan
(Milovanovic, in press). Arti konstruksi pada “purposive rational action” sendiri merupakan lawan dari makna
dalam konstruksi yang intersubjektif (Habermas, 1984, 1987), yang semakin
mendasari proses konstitutif dalam memproduksi koherensi narasi oleh jaringan
semiotik. Inilah yang akan menghasilkan struktur narasi (teks) yang
menyampaikan gambar atau prilaku menyimpang dan menghasilkan agen sebagai
penunjangnya.
Hasil kerja dari konstitutif ini
berupa dukungan dari organisasi, kasus menyimpang, korektor dan pemberontak
yang tanpa disadari memurnikan perbedaan struktural dalam serangan krits mereka
pada asumsi prinsip operasinya. Agen kontrol sosial menghasilkan dan
mempertahankan kategori menyimpang serta menyusun narasi yang koheren seperti
“apa yang terjadi” secara diam-diam. Objektifikasi ini berakhir pada
pembentukan sosial yang dikonstruksikannya dengan mempertahankan narasi yang
disusunnya. Infestasi rutin dari waktu dan tenaga menciptakan proses yang
menghasilkan hasil yang lebih baik dan dimurnikan dari substansi mereka sebagai
objek.
Mengacu pada lembaga yang relatif
mandiri bukan berari mereka terpisah dari struktur sosial yang luas karena
mereka juga termasuk bagian dalam konstitusi. Hal ini memperkuat pengertian
konvensional dengan memberikan keabadian dan stabilitas kepada mereka. Selain
itu lembaga kontrol juga ditugaskan dalam fungsi sosial yang mengakibatkan
lembaga kontrol dianggap tidak mendukung struktur sosial.
Seperti hubungan internal yang
memantau lembaga kontrol yang merupakan hubungan dari lembaga kontrol yaitu
polisi. Agen kepolisian dengan polisi itu sendiri juga tidak mengetahui apakah
mereka merupakan agen informal atau bukan, dan hubungan tersebut tidak terjalin
jika tanpa adanya reaksi dari masyarakat. Akibatnya, setiap pemeriksaan para
lembaga kontrol yang menjelaskan mereka diluar konteks struktural bahwa
merekalah polisi yang mengabaikan hubungan internal didalamnya dan mengabaikan
tindakan-tindakan yang diulangi dalam masyarakat akan menghasilkan sebagian
catatan menjadi bagian dari konstitutif yang meneruskan penciptaan mereka.
Setiap praktek yang menantang dari agen yang tidak sensitif terhadap
pembangunan kembali dari praktek mereka sangat biasa, seperti penciptaan,
pengembangan dan menetapkan struktural yang ada. Bersamaan dengan praktek yang
menantangdari para agen yang tidak sensitif
terhadap efek dari rekonstruksi dari praktek mereka seperti meniru,
menguraikan dan menstabilkan pengaturan struktural. Meskipun hubungan lembaga
kontrol tidak membuat kita untuk mengabaikan mereka dalam lembaga informal dan
alternatif dalam mengendalikan kedisiplinan masyarakat kita. Tetapi kita juga
tidak perlu mengabaikan penafsiran masyakarat tersebut, jadi dalam pendekatan
konstitutif dalam kriminologi harus ditransformasikan.
Kriminologi untuk kesejahteraan
sosial
Pandangan
ini didasarkan pada pendapat bahwa mempelajari kejahatan sebagai gejala sosial
harus juga memberi manfaat kepada masyarakat. Manfaat yang aling utama yang
diharapkan dari mempelajari kejahatan sebagai gejala sosial adalah ikut serta
dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, yaitu suatu masyarakat adil, makmur aman
sentosa yang merupakan hak dari setiap orang. Menurut Goodin (1988),
kesejahteraan sosial bukanlah bertujuan membuat persamaan keadaan dari
kelas-kelas atau kelompok-kelompok dalam masyarakat, atau untuk mengatur dan
mengarahkan kegiatan ekonomi, tetapi adalah untuk menyediakan barang-barang dan
pelayanan-pelayanan khusus untuk orang-orang dan keluarga-keluarga yang berhak
untuk memperoleh pelayanan (Goodin, 1988:19-54)
Kriminologi
berasal dari kata crime yang berarti kejahatan dan logos yang berarti ilmu.
Jadi kriminologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang kejahatan, mencakup tindakan, pelaku, korban, dan reaksi
sosial masyarakat. Kesejahteraan sosial adalah mencakup berbagai tindakan yang
dilakukan manusia untuk mencapai tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik,
sedangkan menurut rumusan Undang-Undang Republik Indonesia No.6 Tahun 1974
tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial pasal 2 ayat 1, adalah:
“Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial
material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan
ketenteraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk
mengadakan usaha pemenuhan kebutuan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial
yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.
Kriminologi
untuk kesejahteraan sosial mempromosikan perlunya mewujudkan kesejahteraan
sosial sebagai kegiatan utama negara
sebelum negara melakukan kriminalisasi terhadap warga negaranya yang
melakukan hukum pidana. Dalam melaksanakan
program pengendalian sosial tersebut terdapat 4 asas sinergis yang harus
dilakukan.
1.
Adanya regulasi yang jelas tentang hak
dan kewajiban warga negara
2.
Adanya sosialisasi yang terus menerus
tentang regulasi tersebut
3.
Adanya fasilitasi agar warga negara
dapat melaksanakan regulasi
4.
Penerapan sanksi bila terjadi
pelanggaran sebagai upaya akhir
Karena
peristiwa kejahatan pada umumnya didominasi oleh tujuan untuk memperoleh harta
karena pelaku tidak berharta, maka program pengentasan kemiskinan dan
penyediaan lapangan kerja serta membuka kesempatan untuk memperoleh penghasilan
seluas-luasnya harus menjadi prioritas. Dalam jangka panjang program-program
pembinaan generasi muda melalui pendidikan dan pelatihan harus menjadi yang
utama.
Sumber:
Mustofa, Muhammad.2010.KRIMINOLOGI EDISI KEDUA.Bekasi:Sari
Ilmu Pratama (SIP)
Constitutive Criminology : The Maturation of Critical Theory By S.
Henry dan D. Milovanovic (1991)
Komentar