sosiologi hukum

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Perubahan-perubahan sosial, ekonomi dan politik di Indonesia telah menimbulkan sejumlah kondisi-kondisi dasar yang melandasi isi, identitas, eksistensi serta struktur hukum nasional. Proses perubahan ini seringkali melahirkan akibat-akibat yang berada di luar kehendak rakyat atau bahkan menjauhkan rakyat dari tercapainya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan konkrit kehidupannya. Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dimanapun dan kapanpun. Kemiskinan merupakan permasalahan yang berkembang baik di negara maju maupun negara berkembang. Berbagai strategi yang telah dilakukan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan memang perlu mendapat tanggapan serius memicu pertumbuhan ekonomi nasional, menyediakan fasilitas kredit bagi lapisan miskin, membangun infrastruktur pedesaan dalam hal ini pembangunan pertanian, pembangunan wilayah/kawasan, proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan lain-lain. Salah satu upaya pemerintahan dalam rangka mengangkat golongan rakyat miskin tersebut, khususnya golongan masyarakat yang disebut fakir miskin adalah dengan memberikan jaminan hukum di bidang sosial (kesejahteraan sosial) kepada fakir miskin,khususnya di bidang pemenuhan kebutuhan pokok hidup yang layak bagi kemanusiaan, yang meliputi : penghasilan (pendapatan), gizi, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Hukum diharapkan mampu memfungsikan dirinya untuk mengatasi atau bahkan memberantas kemiskinan yang masih diderita oleh sebagian masyarakat kita. Dalam hal ini hukum dapat dijadikan sebagai alat atau sarana untuk mengadakan rekayasa sosial (a tool of social engineering) dalam upaya menanggulangi masalah kemiskinan.
Pokok Permasalahan
Mengingat bahwa tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Maka konsekuensinya negara atau pemerintah tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya untuk menanggulangi masalah kemiskinan.Dalam era pembangunan di segala bidang kehidupan guna mewujudkan kesejahteraan sosial. Dalam tulisan kali ini akan dilihat bagaimana hubungan sosiologi hukum dalam konteks kemiskinan dan hubungannya dengan disorganisasi sosial yang ada.
BAB II
KAJIAN PUSTAKAAN

Kajian Literatur
Pada hakikatnya hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia. Fungsi hukum dalam masyarakat adalah mampu mengendalikan perilaku menyimpang individu atau kelompok dalam masyarakat. Oleh karena itu perspektif sosiologi hukum, hukum menganalisis hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosialnya. [1] Salah satu tujuan sosiologi hukum adalah menganalisis faktor-faktor empirik hukum dalam hal ini realitas penegakan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini undang-undang yang mengatur tentang kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Membicarakan sosiologi hukum memiliki paradigma sendiri yaitu perspektif dasarnya yaitu fakta sosial sesuai padangan George Ritzer[2], sehingga analisis terhadap hukum harus sampai pada paradigmanya[3]. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus dari sosiologi yang mempelajari hukum tidak sebagai konsep-konsep normatif melainkan sebagai fakta sosial.
Emile Durkheim menaruh perhatian yang besar terhadap kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan jenis-jenis solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat.[4] Dalam mengungkapkan gagasannya tentang hukum, Durhkeim bertolak dari penemuannya di masyarakat. Dengan metode empirisnya ia membuat kesimpulan bahwa hukum sebagai moral sosial pada hakikatnya adalah suatu ekspresi solidaritas sosial yang berkembang dalam suatu masyarakat. Hukum adalah cerminan solidaritas. Menurut Durkheim, dalam solidaritas ada konsep kolektif atau kesadaran bersama (common consiousness), yang merupakan hasil kepercayaan dan perasaan dari seluruh anggota masyarakat. Menurut Durkheim, terkait dengan hukum, dalam masyarakat terdapat dua jenis solidaritas, yaitu solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Solidaritas mekanis dapat ditemukan ekspresinya dalam pelanggaran kaidah hukum yang bersifat represif. Solidaritas ini untuk menanggulangi ancaman-ancaman dan pelanggaran-pelanggaran terhadap apa yang disebut kesadaran nurani kolektif.[5]
James L. Magavern, dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa terdapat dua pendekatan yang berbeda dalam program-program pelayanan hukum, yakni Pertama, pendekakatan pelayanan yang berusaha memberikan kepada golongan masyarakat miskin, nasehat serta bantuan hukum yang diperlukan untuk mengenal dan menegakkan hak-hak yang diwujudkan dalam hukum yang ada; kedua, pendekatan kebijaksanaan yang berusaha mengubah kebijaksanaan resmi menuju pada hak-hak hukum baru dan pokok bagi golongan masyarakat miskin. [6]
Clarence J. Dias dalam tulisannya mengemukakan bahwa tanpa mengetahui ragam masalah-masalah hukum dari golongan masyarakat miskin serta respon-respon mereka yang layak atas masalah-masalah itu, tak mungkin untuk memperkirakan dengan cermat jumlah waktu konsultasi hukum yang dibutuhkan, jumlah dan jenis pelayanan-pelayanan hukum yang diperlukan, atau berapa biaya-biaya untuk menyediakan pelayanan-pelayanan ini. [7]



BAB III
ANALISIS

Dalam rangka kebijaksanaan, pemerataan kesempatan memperoleh keadilan maka pembangunan dan pembinaan bidang hukum diarahkkan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat, kemajuan pembangunan di segala bidang. Masalah utama yang layak diperhatikan tentang melaksanakan kebijaksanaan tersebut adalah tentang bagaimana sistem hukum Indonesia dapat secara efektif menjamah mayoritas miskin. Dengan memahami-memperoleh pengetahuan dan pengertian-mengenai kebutuhan-kebutuhan hukum mayoritas miskin yaitu berarti mengarah pada esensi hukum yaitu keadilan oleh karena kebutuhan hukum suatu masyarakat adalah dasar legitimasi dari bekerjanya suatu sistem hukum. Dalam penggunaan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, maka hukum tersebut harus disesuaikan dengan anggapan-anggapan masyarakat apabila suatu hasil positif hendak dicapai. Dengan pernyataan ini maka yang perlu dilakukan pertama-tama adalah menelaah anggapan-anggapan masyarakat tentang hukum. Kedua, perlu disoroti pada bagian- bagian manakah dari suatu sistem yang paling dihargai oleh sebagian terbesar masyarakat pada suatu saat. Hal-hal inilah secara minimal yang harus dipertimbangkan Karena pada kenyataannya kemiskinan masih merupakan sosok yang nyata yang meliputi bagian besar penduduk Indonesia. Salah satu fungsi hukum adalah sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin digunakan sebagai alat pelopor perubahan (agent of change). [8] hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh Agent of Change. Agent of Change atau pelopor perubahan adalah seseoarang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Hukum mungkin mempunyai ppengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Misalnya peraturan tentang kemiskinan pemberian kartu jaminan sehat yang mendorong dengan sendirinya perubahan-perubahan lain yang terjadi.
Kegiatan ekonomis daripada warga masyarakat, merupakan salah satu kegiatan manusia yang bersifat fundamental, karena itu maka pembentukan dan pelaksanaan hukum terpengaruhi oleh faktor-faktor ekonomis. Sebaliknnya, tak ada suautu sistem ekonomi modern dimanapun yang dapat berjalan tanpa adanya ketertiban hukum. Salah satu bidang hukum yang paling vital di negara-negara berkembang adalah hukum yang mengatur tentang sektor perburuhan dan ketenagakerjaan. Ini merupakan salah satu sektor kemiskinan di Asia menurut B. Metzger [9]. Dalam hal penegakan hukum untuk menjawab pertanyaan selanjutnya seringkali terhadap kenyataan terjadinya suatu “selective law enforcement”. Beberapa studi sosiologi hukum mengungkapkan menurut Prof.Dr. Satjipto Rahardjo, SH. Pelaksanaan hukum cenderung selektif, bahwa pada umumnya orang-orang yang berpunya saja yang dapat menikmati pelayanan hukum dengan baik, bahwa pengadilan tidak benar-benar terbuka untuk semua lapisan warga negara.
Masalah hubungan hukum dan kemiskinan tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep atau model bekerjanya hukum dalam masyarakat. Dapat diketahui dalam peranan hukum mengubah dan mengarahkan perilaku atau pola-pola tingkah laku pemegang peran, dalam hal ini adalah warga masyarakat.Apabila perubahan prilaku ini dapat dilaksanakan maka hukum dalam bekerjanya dan dapat berfungsi sebagai sarana merekayasa masyakarat (a tool of social engineering). Dengan demikian pada tingkatan tertentu diharapkan hukum mampu menanggulangi bahkan menghapus kemiskinan. Tindak lanjut kebijakan nasional tentang penanggulangan kemiskinan juga dituangkan dalam produk legislatif di daerah selama era otonomi daerah,menunjukan komitmen pemerintah daerah untuk mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan.Karena peranan hukum untuk melindungi, mengatur dan merencanakan kehidupanekonomi sehingga dinamika kegiatan ekonomi itu dapat diarahkan kepada kemajuan dankesejahteraan bagi seluruh masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Aquinas dalam Suma Theologica. Hukum bukan hanya bisa membatasi dan menekan saja, akan tetapi juga memberi kesempatan bahkan mendorong para warga untuk menemukan berbagai penemuan yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi.



BAB IV
KESIMPULAN

Masalah kemiskinan menjadi masalah yang berkembang di berbagai daerah. Sosiologi hukum memiliki fungsi yang dominan untuk melihat hukum dalam masalah kemiskinan ini. Dimana dalam praktiknya, sosiologi hukum memiliki fungsi tertentu seperti agent of change yang dari pembuatan hukum tersebut kita dapat melihat perubahan-perubahan apa yang ditimbulkan. Hukum juga sebagai a tool of social enggineering, sebagai alat untuk merekayasa masyarakat untuk dapat patuh dan tunduk pada hukum yang ada. Penanganan kemiskinan memerlukan keterlibatan semua pihak untuk dapat berperan membuat suatu hukum yang melindungi, membuat perubahan, bahkan memberantas kemiskinan yang ada. Peranan hukum membutuhkan subsistem lain seperti ekonomi, politik serta budaya yang dapat mengubah perilaku peran masyarakat pada tingkat tertentu.



Daftar Pustaka

Mulyana, Kusumah. Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia. 1981. Penerbit Alumni: Bandung
Research on Legal Services and Poverty: It’s Relevance to the design of Legal Services Programs in Developing Countries, Washington University Law Quaterly, No.1 Vol.1975
Law, Urban Development, and The Poor in the Development Countries, Washington University Law Quarterly, No. 1 Vol 1975

Soerjono Soekanto. 1999. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada



[1] Soerjono Soekanto. 1999. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.hlm 21
[2] Achmad Ali dalam Mulyana, Kusumah. Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia. 1981. Penerbit Alumni: Bandung. 2004. Hlm 160
[3] Satjipto Rahardjo dalam Soerjono Soekanto. 1999. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002. Hlm 59
[4] Soerjono Soekanto. 1999. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hlm 41
[5] Ibid.
[6] Law, Urban Development, and The Poor in the Development Countries, Washington University Law Quarterly, No. 1 Vol 1975
[7] Research on Legal Services and Poverty: It’s Relevance to the design of Legal Services Programs in Developing Countries, Washington University Law Quaterly, No.1 Vol.1975
[8] Soerjono Soekanto. Op.Cit. Hlm 107
[9] Legal Services in Asia. 1972 dalam Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia. 1981. Penerbit Alumni: Bandung

Komentar

Postingan Populer