Kebijakan Kriminal
Kondisi, Issue, dan Masalah dalam
Perumusan Agenda Setting
Latar Belakang
Dalam
bukunya Rush yang berjudul Candu Tempo yang menjelaskan mengenai pemerintah,
pengedar dan pecandu opium pada zaman 1860-1910. Pada bab awal dijelaskan
mengenai struktur pemerintahan dan struktur masyarakat pada zaman tersebut.
Apabila berbicara mengenai kebijakan berarti berbicara pula mengenai “what government do”. Dalam struktur yang
ada pada kala itu terlihat bahwa pemerintah Indonesia tidak secara langsung
memerintah. Struktur masyarakat menggambarkan dimana masyarakat kala itu
menjadi target kebijakan dari adanya pak opium. Pak Opium (opiumpacht) adalah
kesepakatan monopoli atas penjualan opium. Biasanya monopoli semacam itu
diberikan oleh negara kepada mereka yang bermufakat dengan negara untuk menjual
opium. Implementasi kebijakan yang ada melibatkan keluarga konglomerat yang
mempunyai jabatan publik dan terlibat dalam penyelundupan. Policy implementor dalam hal ini adalah golongan Tionghoa yang
bentuk konkritnya adalah Undang-Undang itu sendiri. di akhir tahun 1800an
terjadi perubahan kebijakan dari pak opium menjadi regi opium. Dalam Regi opium
ini golongan Tionghoa tidak dilibatkan dalam pelaksanaannya, oleh karena itu
mereka membentuk golongan anti-opium.
Mematahkan
Pewarisan Ingatan (Budiawan). Buku ini berbicara mengenai politik rekonsiliasi,
yaitu suatu penggunaan kekuasaan pemerintah untuk sungguh-sungguh memulihkan
hubungan menjadi keadaan semula. Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi hal
yang tabu pada saat itu dibicarakan. Namun buku ini menyingkap sisi lain
mengenai pembunuhan yang dilakukan oleh pemerintah kepada PKI. Hal inilah yang
ingin direkonsiliasi oleh pemerintahan pada masa setelah orde baru. Kebencian
terhadap komunis yang ditanamkan pada masyarakat oleh pemerintahan orde bar,
adanya kriminalisasi terhadap komunis, dan adanya pertentangan antara
muhammadiyah dan komunis, hal-hal inilah yang kemudian menimbulkan wacana anti
komunis. Rekonsiliasi yang ada terjadi pada taraf lokal yaitu antara Banser dan
PKI yaitu rekonsiliasi horizontal sesama komunitas. Namun dalam prosesnya
rekonsiliasi ini hanya berlangsung di akar rumput saja dan tidak sampai hingga
ke nasional.
Gerakan
Sosial dan Perubahan Kebijakan Sosial oleh Manalu. Gerakan perlawanan
masyarakat batak di Porsea (Toba Samosir) menjadi salah satu kasus yang dapat
digunakan untuk menunjukan relevansi peran sentral gerakan sosial dalam
mengubah keputusan dan kebijakan pemerintah, sekaligus mendorong
perubahan-perubahan karakter manajemen dan operasi perusahaan PT Inti Indorayon
Utama. PT Inti Indorayon Utama sendiri merupakan sebuah perusahaan yang
bernaung dibawah gurp Raja Garuda Mas (RGM) yang terus menciptakan masalah di
daerah Porsea dan sekitarnya. Mulai dari pabrik yang dinilai salah lokasi,
penyalah gunaan perizinan, pencemaran Sungai Asahan, Usaha dan lingkungan;
Penyerobotan tanah, pembukaan jalan dan perambahan hutang yang menimbulkan
puluhan penduduk local tewas, dan juga sejumlah pelanggaran hak asasi manusia
lainnya. Kondisi ini tak pelak menyebabkan berbagai gelombang protes dari
masyarakat di berbagai wilayah di Sumatera Utara yang menjadi lokasi operasi
perusahaan dan terkena dampaknya. Protes yang dilakukan oleh masyarakat
Sumatera Utara kurang lebih dilakukan selama 20 tahun, diawali dengan gerakan
sporadic dan berubah menjadi gerakan yang rapi dan terorganisir. Gerakan
perlawanan ini mengalami dinamika, maju-mundur, berskalasi, dan menurun yang
kemudian diikuti dengan berbagai keputusan dan kebijakan dari pemerintah dan
manajemen perusaah Indorayon itu sendiri.
Pokok Masalah
Agenda
Setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas
kebijakan publik. Karena dalam proses inilah ruang untuk memaknai apa yang
disebut dengan masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.
Dalam proses ini jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah
publik dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya publik lebih dari isu lain dan prosesnya akan
berlanjut dalam kebijakan publik. Namun dari 3 buku yang telah dipresentasikan
memiliki berbagai macam masalah. Ada yang menjadi masalah publik dan berlanjut
hingga pembuatan kebijakan. Namun ada juga masalah yang tidak dilanjutkan dan
hanya terjadi di ranah lokal. Dalam tulisan kali ini akan dibahas mengenai
kondisi, issue, masalah serta proses agenda setting.
Kerangka Konsep
Menurut
Wayne Parsons (2005) kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang
berasal dari bahasa Inggris. Kebijakan (policy)
adalah istilah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya
yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar”
ketimbang keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial.
Jadi kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk
mencapai tujuantujuan tertentu.[1]
Wilson
(1887) makna moderen dari gagasan “kebijakan” dalam bahasa Inggris adalah
seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik. Sejak periode
pasca Perang Dunia II. Kata Policy mengandung makna kebijakan sebagai sebuah
rationale, sebuah manifestasi dari penilaiaan penuh pertimbangan. Jadi sebuah
kebijakan adalah usaha untuk mendefenisikan dan menyusun basis rasional untuk
melakukan atau tidak meakukan suatu tindakan. Sedangkan kata “publik” secara
terminologi mengandung arti sekelompok orang atau masyarakat dengan kepentingan
tertentu.[2]
Kebijakan
publik menurut Thomas Dye adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan
ataupun tidak melakukan. Menurut Dye kebijakan pubik tersebut dibuat oleh badan
pemerintah bukan organisasi swasta dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang
harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.[3]

Gambar 2.2 Siklus Kebijakan (William N. Dunn)
1. Agenda
Setting
Agenda seting
merupakan proses politik, konflik dan kompetisi.
“The
agenda setting process is an ongoing competition among issue proponents to gain
the attention of media professionals, the public, and policy elites.” (Dearing and Rogers,
1996)
Proses
agenda setting merupakan sebuah
kompetisi yang dilakukan terus menerus diantara isu pendukung untuk memperoleh
perhatian dari media professional ,masyarakat dan kebijakan elit.
“The list of subjects
or problems to which government officials, and people outside of government
closely associated with those officials, are paying some seriousattention at
any given time the agenda settingprocess narrows [a] set of conceivable
subjects to the set that actually becomes the focus of attention.”(Kingdon’s
1984, p.3)
Menurut
kingdom, proses agenda setting terbatas pada sekumpulan subjek yang
menjadi fokus dari perhatian dari berbagai kalangan. Proses agenda setting ini
memerlukan identifikasi masalah untuk
memperoleh hasil kebijakan yang sesuai dengan masalah yang menjadi fokus pada saat
ini, kemudian mengatur agenda kebijakan, melakukan riset atau penelitian untuk
menentukan hasil yang ingin dicapai. Terakhir menentukan pilihan kebijakan dan
strategi kebijakan.
Dalam agenda setting terdiri atas 3 subsistem yaitu:
a.
Problem
identification
Problem identification merupakan
tingkat awal dalam sebuah proses. Untuk membangun sebuah kebijakan dimulai
dengan mendifinisikan atau mengidentifikasi masalah. Selama tahap ini, masalah
diidentifikasi dan diperiksa. Untuk merencanakannya membutuhkan :
1) Merumuskan kunci
pertanyaan penelitian berdasarkan pada sasaran hasil suatu proyek
2) Menetapkan data yang
diperlukan
3) Keadaan terhadap hasil
yang ingin dikehendaki oleh tim yang mungkin di explorasi melalui riset atau
percobaan.
b. Agenda setting
Langkah
selanjutnya adalah pengaturan agenda (agenda-setting).
Tahap ini merupakan upaya yang digunakan untuk meningkatkan profil masalah dan
solusi yang mungkin dibuat oleh kelangan publik dan pembuat kebijakan dalam pengaturan agenda ini dibutuhkan beberapa
strategi yaitu sebagai berikut:
1)
Pengorganisasian masyarakat
2)
Pendidikan publik media dan komunikasi
3)
Mengadakan stakeholder
4)
Membangun koalisi.
Dasar
pemikiran teori ini adalah topik yang dimuat lebih banyak, baik dalam media
massa, elektronik maupun topik yang sedang mendapat perhatian dari masyarakat
akan dianggap penting dalam suatu periode tertentu, sehingga dampaknya pun bisa
dirasakan oleh masyarakat. Seringkali keprihatinan para pelaku bisnis atau
opini dan telaahan para analis kebijakan merupakan pemicu penting untuk
mengangkat suatu isu tertentu sebagai isu publik dan menjadi agenda kebijakan.
Berbagai hal ini akan
mendorong pembuat kebijakan untuk segera menanggapinya:
a. Policy research
“scientific research results do not play an
important role in the agenda-setting process.”
Dearing and Rogers (1996)
Hasil
Penelitian ilmiah yang harus dikerjakan tidak memainkan peran penting dalam
proses agenda setting. Penelitian
terhadap suatu masalah dibutuhkan untuk mendapatkan solusi yang diinginkan.,
mereka mengklaim bahwa dalam mencapai isu meminta perhatian pada yang
melakukan pembuat keputusan. Sekali lagi
media merupakan elemen kunci dalam pembuatan kebijakan arena penyampaian dan
pengaruh sebuah kebijakan berkaitan dengan kualitas lingkungan tetapi relative
tidak berpengetahuan tentang isu lingkungan yang lebih spesifik dan alasan
mereka.
b. Policy options and
strategis
Dimaksudkan
untuk memahami langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah
kebijakan. Strategi dibutuhkan untuk mendapatkan hasil jangka panjang.
Dalam
proses penyusunan Agenda jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai
masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu
lain. n
Ada banyak masalah publik yang muncul atau yang dituntut pemecahannya, tetapi
tidak semua masalah publik tersebut mendapat perhatian yang seksama dari para
pembuat kebijakan. Pilihan atau kecondongan perhatian pembuat kebijakan
terhadap sejumlah kecil atau beberapa masalah-masalah publik tersebut
menyebabkan timbulnya agenda kebijakan (policy
agenda).
Kriteria issue bisa
dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974 ; Salesbury 1976; Sandbach,
1980; Hogwood & Gunn, 1986) :
- telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan
menjadi ancaman yang serius;
- telah mencapai tingkat partikularitas
tertentu à berdampak dramatis;
- menyangkut emosi tertentu dari sudut
kepentingan orang banyak (umat
manusia) dan mendapat dukungan media massa; menjangkau dampak yang amat luas ;
- mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan
dalam masyarakat ;
- menyangkut suatu persoalan yang fasionable
(sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Analisis
Apabila
menginginkan suatu kebijakan publik mampu memecahkan masalah publik (public problem), masalah publik harus
dirumuskan menjadi masalah kebijakan (policy
problems). Menurut Thomas Dye, tahapan mendefinisikan masalah disebut Agenda
Setting. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga
sebagai masalah kebijakan (policy
problem). Policy Issues lazimnya muncul karena telah terjadi silang
pendapat diantara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan
ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan itu
sendiri. Dalam buku Candu Tempo Doeloe, isu yang diangkat untuk menjadi
kebijakan terletak pada masalah saat opium terbagi menjadi 2 yaitu lewat jalur
legal dan ilegal. Kemudian Belanda membentuk suatu lembaga khusus yang disebut
Regi. Dalam hal ini menunjukkan masalah mengenai opium di pasaran telah menjadi
agenda pemerintah dan menjadi masalah yang didorong untuk diselesaikan kala
itu.
Begitu
pula pada contoh kasus dalam buku ke 3 mengenai perlawanan masyarakat batak di
Porsea (Toba Samosir) mengenai operasi
perusahaan PT Inti Indorayon Utama yang membangun pabrik gula dan
mencemari lingkungan sekitar di sungai Asahan, hingga Penyerobotan tanah,
pembukaan jalan dan perambahan hutang yang menimbulkan puluhan penduduk local
tewas, dan juga sejumlah pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Hal ini yang
kemudian menjadikan masyarakat Batak di Porsea menjadikan hal ini sebagai suatu
permasalahan yang harus diangkat pemerintah untuk menjadikannya sebagai isu
yang apabila diabaikan akan menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat di
sekitar Pulau Toba. Isu ini pula mendapat dukungan dari media massa dalam
proses pelaksanaannya. Peran media dalam mendefinisikan problem dan memperbesar
isu diilistrasikan dalam studi sosiologi klasik oleh Cohen, Folk Devils and
Moral Panics (1972). Cohen berpendapat bahwa media massa sesungguhnya
menciptakan sebuah problem, mendistorsi isu, dan mereka-reka tentang adanya
“gerombolan jahat” yang sesungguhnya hanyalah sebuah gangguan kecil. Dalam
mendistorsi isu dan menciptakan ancaman streotipe ini, media massa dapat
membentuk konteks untuk respon kebijakan, dan memengaruhi opini publik dengan
menentukan agenda publik dari sudut pandang insiden atau peristiwa.[4]
Sedangkan
pada kasus rekonsiliasi wacana anti komunis. Isu yang ada hanya berkembang
ditingkat lokal mengenai wacana ini. ada beberpa faktor penyebabnya, menurut
David Truman menyatakan bahwa kelompok berusaha untuk memelihara dirinya
sendiri dalam suatu Negara dengan keseimbangan yang wajar, dan bila sesuatu
mengancam kondisi ini, mereka akan bereaksi. Masalah umum/publik dapat menjadi
agenda institusional apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan kelompok
yang ada sehingga mereka akan mengadakan reaksi dan menuntut tindakan
pemerintah untuk mengambil prakarsa guna mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Terdapat
beberapa pertanyaan yang perlu dijawab mengenai isu yang dibawa tersebut. dilihat dari peristiwa tersebut, bagaimana pandangan
masyarakat dan berapa banyak yang merasakan konsekuensinya? Walau Soeharto
telah jatuh, wacana anti-komunis tetap hidup di Indonesia, Soeharto berhasil
mengindoktrinasi dan terdapat kelompok sosial yang berkepentingan
mengawetkannya. Dilihat dari kemudahan aksesnya, apakah mereka yang akan
terkena kebijakan telah terwakili dalam posisi pembuatan kebijakan? Apakah
mereka yang ada dalam posisi pembuat kebijakan mau berempati kepada yang
terkena dampak kebijakan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang membuat isu
tersebut diertimbangkan untuk menjadi isu yang diangkat menjadi kebijakan
publik.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Agenda kebijakan didefinisikan sebagai
tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong
untuk melakukan tindakan tertentu. Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat
dibedakan dari tuntutan-tuntutan politik secara umum serta dengan istilah
‘prioritas’ yang biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok
agenda dengan pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan dengan
agenda lain. Ada banyak masalah publik yang muncul atau yang dituntut
pemecahannya, tetapi tidak semua masalah publik tersebut mendapat perhatian
yang seksama dari para pembuat kebijakan. Pilihan atau kecondongan perhatian
pembuat kebijakan terhadap sejumlah kecil atau beberapa masalah-masalah publik
tersebut menyebabkan timbulnya agenda kebijakan (policy agenda).
Referensi
Budiawan. 2004. Mematahkan Pewarisan
Ingatan.
Manalu, Dimpos. 2009. Gerakan Sosial dan
Perubahan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Parsons,Wayne.2005.Public Policy
Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Rush, James R. 1990. Candu Tempo Doeloe (Opium to Java: Revenue
Farming and Chinese Enterprise in
Colonial Indonesia 1860-1910). New York: Cornell
University Press
Subarsono, AG.2009. Analisis Kebijakan
Publik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Komentar