Tingkat Keseriusan Kejahatan
Tingkat
Keseriusan Kejahatan (S-W Index)
Banyak
cara yang digunakan untuk mengukur tingkat kejahatan yang lebih bernilai salah
satunya dengan menghitung frekuensi terhadap orang yang memiliki perlukaan dan
keseriusan dari kejahatan itu. Bagaimanapun bobot tingkat keseriusan kejahatan
harus mempunyai standar skala tertentu yang dibangun dari pendapat publik
tentang tingkat kesriusan kejahatan dari setiap bentuk kejahatan tersebut.
Melalui pemberian skor untuk setiap bentuk kejahatan tersebut akan diukur
tingkat kejahatan secara menyeluruh. Kriminolog Amerika, Sellin dan Wolfgang
(1964) mencoba mengukur hal ini dengan menjelaskan 141 bentuk kejahatan pada
para sampel yang dimintai keterangannya untuk memberikan penilaian terhadap
tingkat keseriusan kejahatan, diantaranya polisi, petugas peradilan pidana, dan
mahasiswa di Philadelphia. Sellin dan Wolfgang fokus pada peringkat dan bobot
keseriusan kejahatan. dalam mengukur tingkat keseriusan kejahatan ini kemudian
dikenal dengan nama “S-W index” yang didasarkan pada pendapat masyarakat. Hasil
yang ada dalam menilai perbedaan keseriusan kejahatan, dilakukan dengan cara
sesuai dengan rasio angka yang ditetapkan. Dan dalam memberikan penilaian keseriusan
atau pelanggaran maka orang akan secara mental menambahkan nilai-nilai
keseriusan berdasarkan besaran perkiraan. S-W index memperoleh pengujian untuk
mengukur kriminalitas yang daat digunakan secara baku dan tetap menggunakan
statistik resmi.
Normandeau (1969) membandingkan
perampokan yang diketahui oleh polisi Philadelphia selama 7 tahun dari tahun
1960-1966 yang digambarkan oleh Uniform Crime Reports (UCR) dan S-W index.
Terdapat perbedaan dari 2 hal yang ditampilkan. Berdasarkan S-W index
melaporkan bahwa perampokan mengalami kenaikan sebesar 16% sedangkan UCR
melaporkan bahwa tingkat kenaikan kejahatan perampokan sebesar 22%. Dalam hal
ini S-W index lebih menekankan komponen perlukaan dalam perampokan dari pada
UCR yang memperhatikan pada faktor pencurian. Sellin dan Wolfgang menyusun
variabel-variabel pelanggaran yang pada dasarnya merupakan rumusan hukum pidana
(Philadelphia). Namun rumusan variabel pelanggaran telah dikombinasikan
unsur-unsurnya yang dibuat dalam rangka penyusunan indeks. Misalnya kategori
pelanggaran perampokan terdiri dari 20 unsur yang mempertimbangkan unsur-unsur
seperti niali barang yang dirampok (sedikit banyak), cara pelaku mengancam
(menggunakan senjata api, verbal), tingkat perlukaan dll. kemudian secara
hati-hati Sellin dan Wolfgang merumuskan deskripsi dari masing-masing bentuk
pelanggaran tersebut sehingga akan ditafsirkan secara benar oleh responden.
Bagaimanapun
pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi kejahatan haruslah valid dan berguna.
Validitas, apakah masyarakat setuju atau tidak terhadap penilaian keseriusan
kejahatan berdasarkan 1) kejahatan itu dapat dihakimi atau dapat dinilai
2)apakah pelaku dan korban teridentifikasi 3) apakah setting sosial dapat
dideskripsikan dan 4)siapa yang melakukanpenilaian, dimana dalam hal ini dapat
berpepngaruh terhadap budaya yang dipegang dan pandangan secara seksual. Utilitas,
hal seperti ini yaitu aktivitas yang diukur dengan index memiliki korelasi
dengan yang lainnya salah satunya dengan tujuan utama yaitu lokasi sosial
kejahatan. Blumstein mencontohkan yaitu memperlihatkan penggabungan aktivitas
perilaku kriminal yang dilihat FBI dan ditandai oleh S-W index hampir sama.
Lagipula suatu tingkat aktivitas kriminal akan lebih bermanfaat jika mencakup
“index kriminal” yang lebih informatif dengan syarat jika dipisahkan pengukuran
dari masing-masing aktivitas.
Terdapat
dua instrumen dalam pengukuran kejahatan
yaitu pertama disusun berdasarkan skala kategori muali dari paling tidak
serius hingga paling serius. Pada setiap halaman, rumusan pelanggaran
ditempatkan paling atas. Hasil dari penelitian Sellin-Wolfgang kemudian
mempertimbangkan adanya unsur a)kerugian
harta benda; b)perlukaan fisik; c)kerusakan, dihasilkan indeks yang dapat
dijadikan pedoman untuk mengonversi angka statistik kriminal yang diperoleh
dari catatan polisi.
Sumber:
Mustofa, Muhammad. 2013. Metodologi Penelitian Kriminologi. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup
Nettler,
Gwynn. 1978.Exlaplaining Crime. McGraw-Hill
Book Company.
.
Komentar