Etnografi Kejahatan Indonesia (Dukun)

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Conduct norm merupakan sebuah konsep yang menjelaskan bahwa sebuah kelompok tertentu yang membangun sebuah budaya atau perilaku dan tingkah laku unik dalam memberita tanggapan tegangan sosial (Sellin, 1938).[1] Kelompok budaya ini mempertahankan atau memelihara sebuah perilaku norma yang berlaku dalam kelompok mereka yang mengatur kondisi kehidupan sehari-hari mereka di dalam lingkungan kelompok tersebut (Siegel, 2010). Conduct norm merupakan sebuah konsep yang menjelaskan bahwa sebuah kelompok tertentu yang membangun sebuah budaya atau perilaku dan tingkah laku unik dalam memberita tanggapan tegangan sosial (Sellin, 1938). Kelompok budaya ini mempertahankan atau memelihara sebuah perilaku norma yang berlaku dalam kelompok mereka yang mengatur kondisi kehidupan sehari-hari mereka di dalam lingkungan kelompok tersebut (Siegel, 2010).[2]Santet atau yang dikenal dengan sebutan ilmu sihir-tenung (witchcraft, sorcery) hampir dikenal di seluruh Indonesia. Sementara para ahli antropologi menyebut santet sebagai penjelmaan psychic phenomenon sehingga tidak ada fakta keras (hard facts) yang dapat menjadi bukti konkret untuk mendukung sangkaan atas suatu tindak kejahatan santet. Untuk menguatkan tuduhan bahwa seseorang telah menyantet orang lain pun biasanya hanya merujuk pada circumstantial evidence—bukan empirical evidence—yang tecermin pada sikap iri, dengki, cemburu, marah, dendam, atau permusuhan satu orang dengan orang lain. Ketiadaan bukti fisik membuat hukum positif tidak bisa menjangkau tindak kejahatan santet atau menerima sebagai suatu realitas sosial.



POKOK MASALAH
Praktik ilmu hitam seperti santet, pelet, teluh, guna-guna dan sejenisnya merupakan sebuah fenomena dari sebuah kejahatan yang bersifat magis. Karena keberadaannya yang diluar akal sehat dan bersifat non ilmiah, kejahatan magis sangat sulit dipertanggung jawabkan dalam ranah hukum pidana terutama dalam perihal pembuktiannya. Di dalam makalah ini menjelaskan mengenai macam-macam budaya dalam bentuk aliran kepercayaan yaitu ilmu hitam dan ilmu putih dan budaya-buday magis yang populer di Indonesia




BAB II
KERANGKA TEORI
Etnografi
Etnografi, berdasarkan pengertian etimologisnya, kata ‘etnografi’ berasal dari ‘ethnos’ yang berarti suku-bangsa atau masyarakat, dan ‘graphos’ yang berarti tulisan atau kisah. Pengertian etnografi sendiri dapat dijelaskan sebagai sebuah disiplin ilmu yang mencoba untuk memahami fenomena budaya yang mencerminkan pengetahuan dan sistem nilai yang membangun satu kehidupan sebuah kelompok unik tertentu (Geertz, 1973; Philipsen, 1992).).
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1996; 72). Dapat dikatakan bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sebagian kecil dari tindakan manusia yang tidak dibiasakan dengan belajar seperti naluri, refleks, atau tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologis. Bahkan beberapa tindakan yang didasari atas naluri (seperti makan, minum, dan berjalan) sudah dapat banyak dikembangkan manusia sehingga menjadi suatu tindakan yang berkebudayaan.
Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1979: 186-187). Pertama wujud kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud kebudayaan sebagai aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk absarak, sehingga tidak dapat dilihat dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Ide atau gagasan banyak hidup bersama dengan masyarakat. Gagasan itu selalu berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat mengemukaan bahwa kata ‘adat’ dalam bahasa Indonesia adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang berupa ide atau gagasan ini. Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat. Wujud kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial (Koentjaraningrat, 1979: 187). Sistem sosial dijelaskan Koentjaraningrat sebagai keseluruhan aktifitas manusia atau segala bentuk tindakan manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktifitas ini dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-pola tertentu berdasarkan adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang memiliki pola tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaraningrat. Sistem sosial berbentuk kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra penglihatan. Kemudian wujud ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik.[3] Wujud kebudayaan ini bersifat konkret karena merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau perbuatan manusia dalam masyarakat.
Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa kali menjadi lebih kecil. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai contoh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa sistem religi dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi memiliki gagasan tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus, surga dan neraka, rengkarnasi, dan sebagainya. Lalu sebagai wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem religi juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti upacara atau ritual baik yang diadakan musiman atau setiap hari. Kemudian sistem religi juga mempunyai benda-benda yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk wujud kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak
Ilmu hitam dan ilmu putih
Ilmu hitam adalah ilmu yang dipelajari dengan cara-cara yang menyimpang dari agama dan kaidah masyarakat umum serta digunakan untuk memperdayai dan mencelakai orang lain. Misalnya ilmu santet, ilmu tenung dan sejenisnya. Ilmu hitam merupakan ilmu yang bekerja dengan melbatkan bantuan makhluk halus jahat atau setan dan ilmu ini biasanya digunakan untuk berbuat jahat yang bersifat mencelakakan orang lain atau merugikan orang lain dengan maksud dan tujuan tertentu daan cara ini dianggap paling ampuh dan aman karea tidak diatur secara khusus di peraturan yang berlaku dalam KUHP.  Sedangkan ilmu putih adalah ilmu yang dipelajari dengan cara-cara yang tidak menyimpang dari agama maupun kaidah masyarakat umum serta cenderung digunakan untuk berbuat baik, ilmu putih merupakan ilmu yang dianggap mendapat ridho dari Yang Maha Kuasa. Ilmu hitam dan ilmu putih yaitu bukan merupakan ilmu multidisiplin, melainkan multidisiplin yang artinya metafissikaitis, hukum yang digunakan fenomena, atau aksima karena santet tidak bisa ditangkap oleh panca indra.[4]
Ilmu hitam yang ada di Indonesia
·         Santet
Upaya seseorang untuk mencelakai orang lain dari jarak jauh dengan menggunakan ilmu hitam. Santet dilakukan menggunakan berbagai macam media antara lain rambut, foto, boneka, dupa, rupa-rupa kembang dll. seseorang yang terkena santet akan berakibat cacat atau meninggal dunia. Santet sering di lakukan orang yang mempunyai dendam kepada orang lain atau pun orang yang mempunyai ilmu hitam untuk mencelakai seseorang atau lebih agar ilmu hitamnya tersebut tidak mencelakai keluarga dan diri dari orang yang mempunyai ilmu hitam tersebut.
·         Leak biasa terdapat diprovinsi Bali dan dalam mitologi Bali, Leak adalah penyihir jahat. Le artinya penyihir dan ak artinya jahat. Leak hanya bisa dilihat di malam hari oleh para dukun pemburu leak.
·         Pelet
Merupakan jenis ilmu gaib yang berfungsi mempengaruhi alam bawah sadar seseorang agar jatuh cinta kepada orang yang mengirim pelet tersebut.
Dukun dan Santet
Berdasarkan kajian antropologi santet termasuk sorcery atau witchcraft dan kedua-duanya termasuk black magic (ilmu hitam) kedua tipe ini ditentang masyarakat, tukang sihir (witchcraft) dianggap jahat selama-lamanya, sedangkan tukang tenung (sorcerer) berbahaya pada saat-saat tertentu saja. Jika dilihat dari sudut motivasi ada perbedaan antara witch dan sorcerer. Witch dianggap sebagai budak setan atau iblis, sednagkan sorcerer adalah orang yanng melakukan perbuatannya, karena didorong oleh desakan tertentu seperti dengki, iri haati atau balas dendam yang merupakan bagan pengalaman hidup setiap orang.[5] Witchcraft dan sorcery memang sejalan dengan penafsiran mengenai black magic yaitu suatu tindakan yang sengaja merusakkan kesejahteraan orang, dengan motif pembalasan dendam dan sakit hati, yang mengakibatkan hancurnya milik orang lain, penderitaan, sakit atau kematian.[6] Dapat disimpulkan tujuan akhir dan kedua “ilmu” tersebut adalah sama, baik sihir atau tenung dapat mencelakakan orang lain. Sering kali tukang tenung menyadari perbuatannya, sedangkan tukang sihir karena kekuatan didalam tubuhnya tidak menyadari dirinya tukang sihir, sampai ia dituduh orang lain sebagai tukang sihir, sarana dan alat yang dipakai ialah mantra, jimat dan simbol. Berkaitan dengan okultisme yang berlangsung di Indonesia[7] “Okultisme adalah paham yang menganut suatu ajaran yang bersifat rahasia dan sembunyi-sembunyi.”
Tiga jenis okultisme di lingkungan sosial kita yaitu:
1.      Okultisme yang paling mendominasi karena bersifat penipuan. Misalnya, ada orang yang mengklaim diri bisa mencarikan jodoh, membuat orang bisa kaya raya, menyantet, dan memelet seseorang
2.      Okultisme yang bersifat alamiah yang dimilikimanusia sejak lahir. Ia mempunyai bakat alam dimana bisa mendengarkan sesuatu yang tidak bisa didengar orang lain, melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat orang lain atau membaca pikiran orang lain. Okultisme yang seperti ini jarang ada di Indonesia.
3.      Okultisme bersifat supranatural dimana orang memiliki kemampuan menembus alam gaib dengan cara belajar, berguru, turun temurun atau mendapatkan ilham dan wangsit tertentu.



BAB III
ANALISIS
Magis adalah[8] ritual yang dilakukan seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal positif atau negatif, dan kemampuan tersebut diperoleh melalui belajar dengan seseorang yang memiliki ilmu tentang magis yang mendalam ataupun karena turunan dari leluhurnya yang memiliki ilmu magis dan orang tersebut mewarisi ilmu magis tersebut secara instan dan tanpa belajar. Magis santet[9] yaitu memindahkan sesuatu dengan ilmunya untuk mempengaruhi orang dan sesuatu itu bisa berupa materi ataupun nonmateri dan pengaruh yang dimaksud dapat berupa mempengaruhi pikiran atau kehendak untuk memenuhi keinginan pelaku atau membuat korban itu sakit atau mati bagi tindakan yang bersifat black magic dan sebaliknya white magic. Guna-gunan kadang dicoba, sering meragukan bila sungguh-sungguh dijalankan dan kadang-kadang merupakan kejadian imajinatif termasuk moral yang buruk melengkapiteori pribumi tentang kegagalan, nasib malang dan kematian.
Menurut Marissusai Dhavamony, dalam bukunya fenomenologi Agama, bahwa sihir berkaitan dengan teori penyakit dan beberapa penyakit dan beberapa penyakit memang bersifat kodrati dan dukun-dukun sungguh mempunyai pengetahuan dalam tindakan pertongan pertama dan perawatan dengan tanaman untuk penyakit tersebut. Sebagian lagi memang jelas bukan penyakit oleh sebab-sebab kodrati dan dipercaya sebagai kehendak jahat, supernatural dari para penyihir yang berkonspirasi dengan makhluk-makhluk tidak jelas. Sedangkan tenung merupakan praktik dari orang yang mencoba menyakiti orang-orang lain lewat magis tenung. Dalam hukum Indonesia santet tidak diatur dalam peraturan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) ataupun KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) karena untuk membuktikan telah terjadinya santet terhadap seseorang sangat sulit. Namun sering terjadinya kasus-kasus yang diduga santet terhadap seseorang dan mengakibatkan kerugian, penyakit aneh bahkan kematian terhadap seseorang yang diduga menjadi korban dari tangan jahil seseorang melalui jasa dukun santet diberbagai daerah di Indonesia meyebabkan keresahan ditengah masyarakat. Dengan tidak diaturnya pasal santet, terhadap korban ataupun keluarga korban padahal korban telah berjatuhan, maka timbul kekecewaan dari masyarakat untuk mengambil tindakan sendiri yaitu dengan menghakimi langsung yang diduga dukun santet dengan bantuan masyarakat, celakanya kadang-kadang di daerah tertentu isu tersebut justru digunakan untuk sebagai cara mencelakai seseorang dan memfitnah seseorang dukun santet agar dihakimi oleh masyarakat. Namun saat ini sudah ada dalam KUHP pada pasal 293 yang mengandung menegaskan unsur santet mempunyai akibat hukum dan dapat dipidanakan.
Praktik dukun sebagai sorcerer inilah yang dianggap merugikan masyarakat. Di Indonesia praktik dukun seringkali menimbulkan akibat-akibat yang menjadi suatu tindak pidana. Contohnya Dukun yang mengaku dapat menggandakan uang namun malah menggelapkan uang korbannya.[10] Praktik seperti ini masih banyak beredar di masyarakat hal ini dikarenakan di dalam masyarakat masih menganut paham-paham tradisional yang masih kuat dalam masyarakat. Salah satu yang paling populer di masyarakat tradisional adalah dukun beranak yang membantu prosesi melahirkan. Kalangan ahli melaporkan bahwa ada kelangsungan konsepsi para penganut mistik dari zaman dahulu hingga sampail zaman modern. Dukun dapat dilihat pada masyarakat Zande di Afrika. Berdasarkan penelitian yang diteliti di wilayah tersebut, dukun yang pandai (sakti) empunyai kedudukan yang penting di dalam masyarakat. Dalam masyarakat Zande dukun-dukun dianggap mampu menguasai dan mengusir tenung.





BAB IV
KESIMPULAN
Etnografi memiliki banyak macamnya. Budaya yang ada dalam masyarakat tradisional seperti dukun masih dipertahankan di kehidupan masyarakat. Dukun santet menjadi pilihan cara yang mudah dan praktis untuk merumuskan berbagai cara. Bagi masyarakat modern perilaku percaya pada dukun santet merupakan perilaku yang asing di tengah berkembangnya teknologi. Tiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khasnya tersendiri dan bisa dibedakan dalam hal teknik dan jurus yang dilakukan masing-masing. Namun perkembangan dukun yang ada menjadikan banyak munculnya dukun-dukun palsu yang memanfaatkan hal in demi kepentingan pribadi yang kemudian berujung pada tindakan pidana. Dalam hukum pidana eksistensi dukun telah diakui dalam pasal 545-547 KUHP namun dalam prosesnya dibutuhkan bukti yang sah dalam mengungkap kasus yanng berkaitan dengan magis tersebut.



Daftar Pustaka
Firth dalam Tb Ronny Nitibaskara. Op,cit
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi II, Pokok-pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta
Marissusai Dhavamony. 1995. Fenomenologi Agama. Jakarta:Kanisius
Nicholas Herriman. 2013.Negara Vs Santet. Yayasan Pustaka: Obor
Penelitian Ketut Nihan Pundari. 2013. Eksistensi Kejahatan Magis dalam Hukum Pidana.
Permadi, Ilmu santet dilihat dari Paranormal, Himpunan Makalah Seminar “Praktek Santet dan Tinjauan Yridis. Jakarta IAI dan PTIK 1993. Hlm 59
Raymond Firth dalam (fenomenologi agama oleh Marisussai Dhavamony. Penerbit Kanisius. 1995. Hlm 58
Romli Atmasasmita. 1992.Teori dan Kapita Selekta Kriminlogi. Bandung:Refika Aditama
Sellin, Thorsten (1938). Culture Conflict and Crime. Bulletin, No. 41. New York: Social Science Research Council.
Siegel, Larry J. (2010). Criminology. Ed. 11. USA: Wadsworth
Tb Nitibaskara. Teori, Konsep & Kasus Tenung di Indonesia hlm 27
Tb Ronny Rahman Nitibaskara. 2003. Teori, Konsep dan Kasus Tenung di Indonesia. Jakarta: Peradaban





[1] Sellin, Thorsten (1938). Culture Conflict and Crime. Bulletin, No. 41. New York: Social Science Research Council.
[2] Siegel, Larry J. (2010). Criminology. Ed. 11. USA: Wadsworth
[3] Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi II, Pokok-pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta
[4] Ki Ageng Selo, OpCit., 1993
[5] Tb Nitibaskara. Teori, Konsep & Kasus Tenung di Indonesia hlm 27
[6] Firth dalam Tb Ronny Nitibaskara. Op,cit
[7] Ibid,.
[8] Raymond Firth dalam (fenomenologi agama oleh Marisussai Dhavamony. Penerbit Kanisius. 1995. Hlm 58
[9] Permadi, Ilmu santet dilihat dari Paranormal, Himpunan Makalah Seminar “Praktek Santt dan Tinjauan Yridis. Jakarta IAI dan PTIK 1993. Hlm 59

Komentar

Postingan Populer