psikologi abnormal (2)
Psikologi abnormal memiliki
4 paradigma yaitu: (1) fisiologis; (2) psikoanalitis; (3)
pembelajaran; (4) kognitif;
Paradigma Fisiologis (Biologi)
Dalam paradigma medis
ini, perilaku abnormal diserupakan dengan suatu penyakit. Awalnya, penyakit
hanya dipahami sebagai sekedar tanda-tanda atau symptom yang teramati, tetapi
sejak muncul germ theory dari Louis Pasteur, penyakit
dijelaskan sebagai akibat dari infeksi sejenis organisme atau virus. Sekalipun
kemudian diketahui bahwa tidak semua jenis penyakit bisa dijelaskan dengan
menggunakan teori benih tersebut. Tetapi dalam paradigma ini, semua penyakit
yang terjadi dibaca sebagai gangguan-gangguan dari proses fisiologis tubuh.
Paradigma Psikoanalitis
Paradigma psikoanalisis
bisa dikatakan paling populer dalam bidang psikopatologi dan terapi. Sigmund
Freud (1856-1939) yang dianggap sebagai bapak psikoanalisa membagi jiwa kedalam
tiga bagian prinsipil, yaitu: id, ego, dan superego. Id hadir sejak kelahiran
manusia yang menjadi bagian dari kepribadian yang membangun semua energi yang
menggerakkan jiwa. Id memiliki dua insting, yaitu Eros dan Thanatos. Eros
adalah kekuatan integratif hidup yang disebut libido atau energi seksual yang
bergerak di atas prinsip kesenangan (pleasure principle). Ketika memasuki usia
enam bulan, bagian kedua kepribadian tumbuh dalam diri manusia yang disebut
ego. Tugas utamanya adalah berhubungan dengan realitas melalui fungsi-fungsi
perencanaan dan membuat keputusan. Jadi, ego bergerak di atas prinsip kenyataan
(reality principle). Bagian ketiga dari kepribadian adalah superego yang
membawa standar moral masyarakat. Superego berkembang melalui resolusi dari
konflik oedipal yang secara umum hal ini ekuivalen dengan apa yang disebut
sebagai nurani atau kata hati (conscience).
Melalui studinya bersama
Breuer, Freud menemukan bahwa ego pada dasarnya bersifat sadar (conscious),
sekalipun ia juga memiliki aspek ketidaksadaran yang disebutnya mekanisme
bertahan (defense mechanism) untuk melindungi diri dari kecemasan (anxiety).
Freud menilai bahwa sebagian besar faktor determinan yang penting dalam
perilaku bersifat tidak tersadari (unconscious). Freud memandang kepribadian
manusia sebagai suatu sistem energi tertutup dimana di dalamnya bertarung
ketiga bagiannya untuk memperebutkan bagian dari energi yang ada. Pemikiran
Freud juga sangat bersifat deterministik, sampai-sampai keseleo lidah (slips of
the tongue) dibaca sebagai akibat dari suatu sebab spesifik dari
ketidaksadaran.
Paradigma Pembelajaran/ Behavior Paradigm
Behavioral or learning
paradigms muncul ketika John B. Watson memproklamirkan psikologi sebagai
disiplin keilmuan yang harus didekati secara obyektif eksperimental. Maka
dimulailah berbagai eksperimentasi untuk menyelidiki ‘aspek pembelajaran’ dari
perilaku di atas teori S-R (stimulus – respon).
Paradigma Kognitif
Psikologi kognitif fokus
pada bagaimana seseorang menstrukturkan pengalamannya, bagaimana mereka menjadi
menyadarinya, dan mentransformasikan rangsangan kedalam informasi yang berguna.
Kognisi sendiri adalah terma yang merujuk pada proses-proses mental seperti
perceiving, recognizing, conceiving, judging, dan reasoning. Seseorang
menyematkan setiap informasi baru kedalam jaringan terorganisir dari akumulasi
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya yang biasa disebut sebagai schema.
Perbedaan mendasar pandangan kognitif dari pemikiran analisis mediasional
adalah terletak pada aspek interpretasi aktif. Jika kelompok mediasi melihat
stimulus secara otomatis menghasilkan respon mediasional internal, maka
kelompok kognitif memandang minor peran dari reinforcement. Mereka justru
percaya bahwa seseorang secara aktif menginterpretasikan stimulus dari
lingkungannya dan termasuk bagaimana ia mentransformasikannya untuk
mempengaruhi perilaku. Para terapis kognitif berupaya merubah proses berfikir
pasien-pasiennya untuk membantu mereka mengubah emosi dan perilakunya.
Komentar