Escalating Conflicts
Escalating Conflicts
oleh Khoirunnisa dan Kukuh Bayu
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Manusia merupakan makhluk sosial
yang mana dalam kehidupan sehari harinya pasti akan melakukan interaksi dengan
individu lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam proses interaksi ini
tidak jarang terjadi suatu permasalahan karena kesalahpahaman ataupun sentiment
terhadap hal hal yang ada dilingkungan sosialnya. Oleh karena itu dari kejadian
tersebut memunculkan konflik, baik dengan individu maupun dengan kelompok.
Konflik
yang terjadi pada individu atau kelompok tersebut jika tidak dikelola dan
dibiarkan begitu saja akan semakin
meningkat permasalahannya dan sulit untuk diselesaikan. Individu maupun
kelompok merasa konflik harus segera diakhiri agar tidak terjadi pertikaian
ataupun kerugian lain bagi pihak tertentu. Konflik dapat meningkat jika
individu dan pihak lainnya tidak dapat menyelesaikan masalahnya baik melalui
mediasi ataupun tidak. Selain itu, meningkatnya intensitas suatu konflik juga
dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor proses
sosial-psikologi seseorang dan juga perkembangan suatu organisasi yang ada di
masyarakat. Peningkatan konflik yang terjadi biasanya memicu lingkungan social
yang ada disekitarnya tersebut menjadi turut serta dalam permasalahan konflik
ini. Namun, meningkatnya suatu konflik tidak hanya dikonotasikan ssebagai suatu
hal negatif, akan tetapi ada pula hal-hal positif yang dapat digunakan oleh
pihak yang terlibat dalam suatu konflik, seperti koalisi ataupun aliansi. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai proses
meningkatnya suatu konflik yang terjadi di masyarakat.
BAB 2
PEMBAHASAN
Peningkatan Konflik
Peningkatan konflik umumnya terjadi karena bujukan
koersif dan peningkatan lingkup partisipasi dalam konflik. Perubahan dalam dua
dimensi ini sering terjadi bersama-sama, karena lebih banyak orang yang
dimobilisasi untuk berkelahi, sehingga mereka mampu melakukan tindakan koersif
lebih besar.
Peningkatan konflik
umumnya mengacu pada peningkatan jumlah partai yang terlibat dalam perjuangan tersebut seperti
koalisi maupun aliansi. Peningkatan konflik tidak selalu merusak. Meskipun
meningkatnya perilaku mungkin menjadi langkah saja jalan menuju hasil yang
saling merusak, mungkin juga menjadi langkah menuju hubungan yang lebih adil
dan saling menguntungkan.
Peningkatan
konflik yang membuat permasalahan menjadi semakin memburuk atau terkesan
merusak (destruktif) akan membuat pihak yang terlibat dalam konflik tersebut
saling mengobarkan perjuangan yang
relatif besar bersaing, dan mereka mengembangkan mekanisme mengabadikan diri.
Konflik yang bersifat destruktif ini cenderung bertahan untuk waktu yang sangat
lama, dalam konflik antara kolektivitas skala besar, bahkan dari generasi ke
generasi.
Proses Peningkatan
Perubahan internal
Proses peningkatan internal untuk salah satu pihak
terjadi di dalam pikiran individu atau dalam struktur organisasi. Dalam hal ini
menekan kan pada proses yang berkontribusi dengan tidak sadar dalam peningkatan
konflik yang bersifat destruktif.
Proses
sosial-psikologis
Banyak
teori dan hasil penelitian dalam psikologi sosial memberikan wawasan untuk
membantu menjelaskan peningkatan konflik. Teori disonansi kognitif, menunjukkan
bahwa individu mencari konsistensi antara apa yang mereka lakukan dan apa yang
mereka pikir harus mereka lakukan. Akibatnya, sekali melakukan tindakan, mereka
berusaha untuk membenarkan itu dalam pikiran mereka sendiri. Oleh karena itu
sebagai orang yang menyakiti atau melukai manusia lain, mereka cenderung
menganggap penyebabnya karena untuk lebih dihargai, dengan melakukan tindakan
yang lebih berbahaya.
Contoh proses
sosial-psikologi: melibatkan emosi personal, misalnya seperti orang yang sedang
berkonflik atau marah, akan berpikir bahwa tindakannya itu telah benar,
sehingga konflik pun dapat meningkat. Atau, misalnya si A sedang diolok-olok
oleh si B, awalnya si A diam, namun si B terus-menerus mengolok-olok hingga
akhirnya si A merasa emosi lalu menimbulkan kemarahan yang juga dapat berakibat
pada kekerasan. Kasus ini nyatanya dapat dilihat dari kasus antara Ahok, Haji
Lulung dan Personil Slank.
Perkembangan
Organisasi
Dalam
konflik antarkelompok biasanya akan memunculkan tindakan yang
sifat
koersif, hal ini digunakan untuk meredakan konflik dalam
kelompok. Tiga perkembangan saling terkait semacam ini sangat penting:
identifikasi kepemimpinan dengan konflik eksternal, mobilisasi partisan, dan peningkatan
harapan.
Dalam
konflik pemimpin sangat lah penting, dimana mereka bisa dikatakan sebagai
perwakilan dari angota anggotanya. Disini sosok pemimpin sebagai penjembatan
dengan pihak eksternal. Namun,
dengan bergantinya sosok pemimpin juga bisa sebagai sarana menyelesaian
konflik. Biasanya situasi seperti ini dilakukan ketika pemimpin sebelumnya
belum dapat menyelesaikan konflik. Komposisi anggota juga menjadi alah satu
faktor meluasnya suatu konflik, semakin banyak angota yang tergabung akan
semakin meluas pula konflik yang terjadi. Dan semakin banyak abnggotnya maka
sense of belonging terhadap kelompok akan semakin tinggi. Biasanya konflik
seperti ini terjadi pada kelompok kelompok yang tertindas. Perubahan tujuan dan
komitmen yang tinggi dapat menyebabkan konflik baru atau meredakan konflik.
Biasanya konflik ini muncul karena banyak yang melanggar peraturan baru, tapi
belum ada hukum yang mengatur.
Ekspektasi juga
berubah sesuai dengan mekanisme sosial-psikologis. Mekanisme ini sering
digunakan oleh para pemimpin, intelektual, dan aktivis untuk memobilisasi
partisan dalam konflik yang sedang berlangsung dan meningkat. Pemimpin bisa “wave the bloody shirt”, menunjukkan
bagaimana dia telah banyak berkorban dalam perjuangan dan urging that those losses should not be in vain, bahwa perjuangan
harus terus berlangsung hingga kemenangan tercapai. Sakit yang dirasakan
digunakan untuk spur further struggle,
memacu agar perjuangan atau struggle terus berlanjut.
Pihak
yang terlibat dalam konflik dengan agen spesial untuk waging fights, seperti tentara dan polisi, bisa meningkatkan
perilaku koersif secara cepat disaat unit tersebut mulai beroperasi, karena
level koersinya besar. Contoh: Misalnya konflik
dalam perebutan jabatan anatara
Prabowo dan Jokowi. Dimana para kubu merasa tersaingi oleh
lawannya, sehingga dapat memicu peningkatan konflik.
Perubahan relasi antar pihak
yang berkonflik
Ketika konflik menjadi menegang, hubungan antara lawan berubah dalam cara-cara
yang cenderung meningkatkan
pertarungan. Tiga perubahan tersebut mendasar pada: 1. logika dari interaksi
perdebatan, 2. perluasan masalah dalam pertengkaran, dan 3 polarisasi hubungan.
The Logic of Interaction
Karena
pihak lawan dalam berkonflik merubah perilaku contentious atau perdebatan, masing-masing
kelompok akan meningkatkan tekanannya kecuali ditolak/dicegah oleh koersi yang
lebih besar. Respons emosional berkontribusi atau berpengaruh pada tindakan koersif
antar lawan. Apabila satu pihak merasa terancam atau dilukai, maka dia akan
cenderung merespon dengan peperangan/permusuhan dibandingkan dengan persetujuan
tanpa protes (acquiescence).
Selanjutnya, karena satu pihak menjatuhkan sanksi negatif kepada pihak lain,
sanksi tersebut kemudian menjadi isu.
Ekspansi dari isu
sendiri adalah masalah yang sering terjadi karena unsur yang
tidak disengaja. Salah satu pihak salah
mengartikan tentang bagaimana lawan
akan merespon dan melakukan tindakan yang mengakibatkan eskalasi lebih
besar dari apa yang dimaksudkan oleh
salah satu pihak. Hal ini juga
dapat terjadi ketika ancaman dibuat dengan harapan bahwa hal itu akan cukup membuat takut lawan padahal hanya gertak sambal. Jika
lawan tidak terintimidasi maka pihak yang mengancam
memiliki alasan tambahan untuk
melakukan ancaman yang lebih atau
mereka akan kehilangan kredibilitas dan
kehilangan muka dihadapan musuh.
Jika salah
satu pihak melakukan perbuatan pemaksaan
yang ekstrim, maka sangat mungkin untuk melihat pelaku bertindak kasar dan
tidak manusiawi, mungkin sebagai bentuk
kejahatan. Kadang-kadang, yang memalukan dan
brutal adalah musuh membuat mereka atau pihak lawan
tampak hina dan lebih
rendah dari manusia. Namun,
jika salah satu pihak membuat gerakan damai
atau merespon tindakan lawan
dengan kurang agresif pihak yang lain mungkin menafsirkan bahwa
hal tersebut sebagai tanda kelemahan.
Kelemahan ini kemudian berfungsi untuk meningkatkan tuntutan dan tekanan. Kemudian,
untuk mengembalikan kredibilitas dan
menunjukkan tekad pihak yang
sebelumnya mengajukan damai meningkatkan
tuntutan sendiri. Dan konflik semakin meningkat ketika taruhannya
dimulai kembali.
Expansion of the
Issues
Sekali perjuangan
telah dimulai karena satu masalah, masalah yang baru dan umum akan
muncul ke permukaan. Isu-isu
yang sebelumnya tidak muncul atau disembunyikan sering muncul ketika pihak
yang bermusuhan telah mulai saling
menyerang. Perluasan isu
tersebut adalah sangat mungkin bila
ada perpecahan yang mendalam
mengenai nilai-nilai fundamental atau
kepentingan di antara anggota masyarakat,
organisasi, atau sistem sosial lainnya. Sebuah isu
yang relatif kecil dalam sengketa
dapat mengambil makna simbolis yang besar, setelah perjuangan yang sudah berlangsung. Apa yang mungkin menjadi masalah kecil antara teman-teman, bisa memiliki arti yang besar jika berhubungan dengan
musuh.
Polarization of
Relations
Saat konflik muncul
dan berkembang, musuh cenderung menjadi semakin terisolasi dari satu sama lain. Misalnya, sebelum perang benar-benar meletus antara
pemerintah, mereka secara bersama-sama cenderung untuk menarik diri dari keanggotaan dalam organisasi internasional. Polarisasi diperparah oleh kecenderungan partisan untuk
membuat pihak yang tidak berkonflik mendukung mereka.
Sejauh pihak yang lain atau lawan
merasa lebih unggul secara moral dan yakin bahwa orang-orang
yang belum terlibat dalam perjuangan akan menjadi
sekutu mereka, maka pihak
tersebut akan mendesak mereka
untuk bergabung dengan pihaknya. Polarisasi dalam hubungan antara antagonis mengurangi kesempatan untuk berkomunikasi tentang isu-isu non kontroversial.
Involvement of
Other Parties
Setelah perjuangan
terbuka dimulai, pihak
yang awalnya tidak terlibat mungkin
melihat peluang untuk mendapatkan
manfaat yang signifikan dengan bergabung dalam keributan atau konflik. Perjuangan dapat memberikan kesempatan untuk membahayakan
dan melemahkan musuh lama, atau mungkin kesempatan untuk memenangkan sebagian dari
harta rampasan dan perpepsi bahwa kemenangan mungkin menghasilkan atau menguntungkan.
Kadang-kadang, dalam perjuangan terdapat campur tangan
atau intervensi untuk mendukung teman atau sekutu yang dilakukan oleh pihak
luar. Intervensi tidak
memerlukan keterlibatan langsung dalam
perang, revolusi, pemogokan,
atau gerakan protes untuk meningkatkan konflik.
Penyediaan senjata, dana, atau alat lain dalam perjuangan memungkinkan
para pejuang untuk menaikkan besarnya sarana yang
digunakan dan untuk mempertahankan perjuangan.
Conditions and
Policies Generating Destructive Struggles
Proses eskalasi
menghasilkan perjuangan destruktif dalam jangka waktu lama di bawah beberapa kondisi. Kita sekarang menguji faktor-faktor yang mengakibatkan timbulnya model konflik destruktif serta menganalisis bagaimana model ini terkait dengan seberapa lama konflik berlangsung. Sebelum melakukannya, kita perlu membahas dua istilah yang
mengacu pada jenis tertentu
perjuangan berkepanjangan (prolonged
struggle): konflik yang berlarut-larut
dan konflik yang sulit terselesaikan.
Konflik yang berlarut-larut merujuk khususnya,
konflik berbasis identitas yang sudah
sangat mengakar. Seperti Edward
E. Azar telah
menggunakan istilah, "perjuangan
yang berkepanjangan dan sering
timbul kekerasan oleh kelompok komunal (agama, etnis,
ras, atau budaya)
untuk berbagai alasan dasar seperti keamanan,
pengakuan dan penerimaan, akses yang
adil bagi institusi politik
dan partisipasi ekonomi.
Konflik keras juga mengacu pada konflik berkepanjangan, dalam kasus konflik skala
besar, mereka yang bertahan
selama lebih dari satu generasi. Mereka
muncul untuk melawan upaya
pada resolusi, dan banyak anggota
kelompok musuh abadi
cenderung untuk mempertimbangkan tujuan mereka menjadi tak
terdamaikan.
Tidak semua
tekanan dari luar bisa menjadi merusak dan tahan lama. Beberapa cepat dan meningkat,
sebagai salah satu sisi untuk beberapa derajat secara sepihak dikenakan pada penyelesaian
atau musuh lebih
atau kurang saling membangun
sebuah hasil yang dapat diterima. Dalam konflik yang berkepanjangan,
bahkan dicirikan sebagai berlarut-larut,
perilaku konflik perdebatan
berfluktuasi dalam tingkat yang sangat
parah.
Pilihan strategi
Strategi
konflik yang dilakukan oleh masing-masing musuh sangat mempengaruhi kemungkinan
akan
meningkatkan perjuangan destruktif mereka, karena hal itu mempengaruhi pilihan
lawan strategi konflik, dan juga berdampak kepada pihak yang telah melakukan
strategi serta jenis intervensi yang dilakukan oleh pihak lain.
Dampak Kepada Musuh
Strategi konflik
yang dilakukan oleh salah satu pihak adalah untuk mempengaruhi tindakan musuhnya.
Strategi dapat berupa provokasi bahkan intimidasi agar mendapatkan respon
penentangan. Ada beberapa strategi cenderung ambigu dalam tujuan, seperti yang
dilakukan oleh teroris yang identitasnya dirahasiakan. Tujuan mereka tidak
dapat ditafsirkan. Pada akhirnya, strategi dilakukan untuk memprovokasi musuh
dan untuk meningkatkan konflik.
Dampak Terhadap Pihak Lain
Strategi konflik
yang digunakan juga memberikan pengaruh kemungkinan pihak lain untuk ikut
bergabung dalam pertentangan dan meningkatkan ruang lingkup. Mungkin
keterlibatan pihak baru bisa untuk menghentikan konflik, namun juga bisa
meningkatkan konflik karena untuk mendaptkan dukungan dari pihak lain tersebut.
Seperti apa yang terjadi dengan konflik Indonesia dan Timor Timur yang
melibatkan PBB.
Isu Kontroversial
Masalah
kontroversial sangat bervariasi dalam kecenderungan untuk eskalasi. Pihak akan
membela apa yang mereka yakini dan melawan yang mengancam keberadaannya. Dengan
demikian, pengakuan serikat buruh menjadi lebih penting daripada pemogokan
tentang upah dan jam. Dalam hubungan internasional, isu-isu yang melibatkan
banyak negara lebih rentan mengalami eskalasi. Masalah disensual memiliki
potensi eskalasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masalah konsensual.
Pertikaian yang melibatkan nilai-nilai ideologis dan isu moral bisa lebih
melibatkan banyak pihak, seperti agama dan etnis. Dengan demikian, di negara
yang memiliki lebih dari satu etnis maka akan ada yang lebih mendominasi dan
hidup dalam pluralitas. Sepanjang ada perubahan lebih kepada tujuan kolektif
dari pada individual dari masing-masing pihak, diperlukan realokasi sumber daya
dan dilembagakan untuk meminimalkan tindakan koersif. Selain itu, semakin
besarnya isu kontroversial dan semakin banyaknya keluhan, maka semakin banyak
bahan bakar untuk menyalakan api eskalasi. Pada akhirnya, ketidakcocokan tujuan
menjadi pemicu konflik. Dalam beberapa konflik, ancaman menjadi hal yang
penting untuk diatasi demi eksistensi mereka. Namun, juga terkadang ancaman
disalahartikan, dan dibesar-besarkan sehingga bisa menimbulkan eskalasi
konflik.
Perkembangan
Internal
Banyak keadaan
dan kebijakan internal mempengaruhi, dibahas sebelumnya proses psikologis dan
organisasi sosial mereka berkontribusi pada eskalasi konflik. Pembahasan
berikut ini terbatas pada homogenitas dan diferensiasi.
Homogenitas
Keragaman
internal akan baik agar tidak terjadinya eskalasi konflik. Namun, homogenitas
justru cenderung untuk merespon ancaman dengan cara yang sama. Sebaliknya,
keragaman internal justru bisa mendorong de-eskalasi karena pihak heterogen
cenderung mempunyai prioritas yang berbeda-beda. Pemimpin cenderung mendorong
homogenitas, melembagakan kebijakan untuk membangun dukungan tujuan dan
menggambarkan musuh sebagai ancaman yang serius bagi kepentingan dan identitas.
Perbedaan tidak hanya muncul dari karakteristik kepribadian, namun juga
berbagai keyakinan yang bisa menyebabkan eskalasi destruktif.
Differensiasi
Dalam
beberapa kejadian, kurangnya koordinasi dan kontrol dapat menyebabkan eskalasi.
Karena tidak berada pada kontrol yang efektif dari atasan mereka. Yang sering
terjadi dalam konflik seperti pembantaian, penjarahan, pemerkosaan dilakukan
oleh individu dan kelompok-kelompok kecil yang bertindak tanpa perintah.
Interaksi Di
Antara Musuh
Bagaimana musuh
menanggapi perilaku yang kontroversial memberikan kontribusi langsung terhadap
eskalasi konflik. Berikut adalah tiga macam dari interaksi tersebut.
Nonresponse (tanpa tanggapan)
Ketika suatu
kelompok mengabaikan perilaku kontroversial dari musuh, hasilnya biasanya
menimbulkan eskalasi. Musuh akan tindakan yang lebih ekstrim untuk mendapatkan
respon dari pihak lawan. Non response juga sering dianggap sebagai penolakan
dan itu adalah hal yang memalukan.
Overreaction (reaksi yang berlebihan)
Setelah
lawan terlibat dalam konflik, interaksi mereka meningkat dan salah satu atau
keduanya memaksakan penyelesaian yang koersif. Salah satu bentuk reaksi
berlebihan adalah hasil dari gagalnya untuk mengenali perbedaan dari sisi musuh/overgeneralization. Dalam situasi
seperti itu, kekerasan yang dilakukan mungkin sembarangan atau ancaman,
melukai, atau mengancam untuk menyakiti orang-orang yang tidak secara langsung
terlibat dalam konflik. Mereka dipengaruhi oleh luasnya serangan yang mereka
buat untuk melawan, sehingga melebarkan ruang lingkup.
Underreaction (reaksi damai)
Reaksi
damai terhadap tuntutan dan ancaman bertujuan untuk dapat mengakhiri krisis dan
mencegah konflik meningkat, Namun reaksi damai terhadap ancaman juga terkadang
mengakibatkan eskalasi konflik. Resiko dari underreactionadalah
tampaknya kelemahan dan membuat nafsu musuh meningkat, membuat tuntutan yang
lebih da meningkatkan perlawanan mereka. Terlalu baik atau terlalu keras respon
yang diberikan intinya adalah selalu dapat meningkatkan perjuangan, dalam
keadaan yang berbeda.
Konteks Sosial
Konteks sosial
dari sebuah perjuangan sangat mempengaruhi adopsi strategi konflik dengan
menyediakan model kebijakan yang efektif dan juga sebagai sumber intervensi.Faktor
dan proses kontekstual yang lain juga dapat mempengaruhi pergeseran dari sanksi
yang lebih berat atau yang lebih kecil.
Linkages
Konflik yang terjadi pada seseorang, kelompok,
organisasi menjadi sangat penting untuk perluasan lingkup. Jadi, teman-teman
dan kerabat cenderung ditarik dalam konflik interpersonal. Teori mobilitas
sumber daya mengatakan organisasi bersekutu dengan ideologi, aliansi
sebelumnya, dan koneksi jaringan lainnya cenderung dimobilisasi untuk memulai
perjuangan. Hal ini juga memperlihatkan aliansi menyebabkan perang dunia
terjadi
Other Conflict
Aspek penting lain dari konteks konflik tertentu keterlibatan
partisan 'dalam perjuangan lainnya. Jadi, ketika konflik tambahan menjadi
ditumpangkan pada perjuangan yang diberikan, keduanya cenderung meningkat
danberkepanjangan. Terdapat konflik baru yang mengeskalasi konflik yang
sebelumnya sudah pernah ada.
Intervention
Pihak luar seringkali ikut campur dalam mempengaruhi
jalannya perjuangan. Mereka bisa meningkatkan ataupun mengurangi konflik,
seperti bisa mengambil keuntungan dari konflik yang terjadi maupun memediasi
untuk meminimalkan eskalasi destruktif.
Contoh Kasus
(Sidonews, 2016) Sikap
tidak tegas pemerintah terkait keberadaan angkutan online menjadi pemicu
bentrok antara sopir angkutan umum konvensional dengan pengemudi online. Pengamat
transportasi dari Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto mengatakan,
tidak ada yang mengira bila unjuk rasa sopir angkutan umum konvensional
berujung pada konflik horizontal sesama pengemudi. Menurut Leksmono, ini merupakan dampak dari
belum adanya sikap tegas pemerintah terhadap perkembangan angkutan beraplikasi.
"Konflik horizontal ini sudah lama terjadi. Konflik hari ini cermin dari
ketidaktahanan para sopir. Pemerintah harus segera bersikap tegas," kata
Leksmono saat dihubungi Sindonews, Selasa (22/3/2016).Ketua Penelitian dan
Pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (Libang DTKJ) itu menuturkan, hal
yang mendasari konflik horizontal antar-pengemudi ini adalah ketidaksamaan
tarif, bukan aplikasi. Sebab, sebelum adanya Uber, Grab dan sebagainya,
sejumlah perusahaan taksi sudah mengadopsi aplikasi. Sebelumnya diberitakan, tak terima sejumlah
rekannya mendapatkan tindak kekerasan oleh oknum sopir taksi konvensional,
puluhan pengemudi Go-Jek dan Grab Bike melakukan aksi sweeping di kawasan Taman
Anggrek, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Selasa (22/3/2016) pagi . Dalam
aksinya, puluhan driver itu memberhentikan sejumlah pengendara angkutan umum
baik mikrolet, angkutan umum, dan angkutan konvensional.Tak terima sejumlah
rekannya mendapatkan tindak kekerasan oleh oknum sopir taksi konvensional,
puluhan pengemudi Go-Jek dan Grab Bike melakukan aksi sweeping di kawasan Taman
Anggrek, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Selasa (22/3/2016) pagi.
(Sindonews, 2016)
"Kami tidak terima dengan demo sopir angkutan yang memukuli anggota
kami," tutur Jeje, koordinator aksi Go-Jek.Bila tidak berhenti di lokasi,
para sopir Go-Jek dan Grab Bike ini langsung melakukan tindakan anarkis dengan
menurunkan paksa penumpang dan memukuli sopirnya. Sekitar setengah jam aksi
sweeping berlangsung. Kapolsek Tanjung Duren, Kompol Hari Purnomo mendatangi
lokasi. Sopir Go-Jek yang melakukan sweeping pun di bubarkan. Sementara satu
orang sopir angkot dari M03 di laporkan menjadi korban pemukulan oknum puluhan
driver Go-Jek ini.
(Wartakota, 2016)
Ribuan pengemudi taksi yang menggelar unjukrasa terlibat bentrok dengan ratusan
pengemudi angkutan ojek berbasis-aplikasi, Go-Jek, di depan Istana Merdeka,
Jakarta Pusat, Selasa. Menurut pantauan Antara, ketika ribuan pengemudi taksi
berpindah unjuk rasa ke depan Istana Negara, tiba-tiba datang ratusan pengemudi
Go-Jek dari arah jalan Merdeka Utara dengan konvoi motornya.Pengemudi taksi
yang terpancing melempari Go-Jek dengan batu dan barang keras lainnya.Saat ini
kedua pihak sedang berkumpul di depan Istana Merdeka dan Go-Jek di jalan Gajah
Mada. Aparat kepolisian menjaga di kedua sisi.Beberapa waktu sebelumnya,
sejumlah ribuan sopir taksi mengadakan aksi di depan Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Jakarta Pusat, menuntut untuk menutup aplikasi transportasi
daring.Masa mulai berkumpul sekitar pukul 13.00 wib. Dengan ratusan mobil
taksi, bajaj, colt dan metromini diparkirkan di dalam Monas.Peserta aksi tolak
aplikasi transportasi daring sempat menurunkan paksa para penumpang taksi dan
menghentikan paksa sopir taksi yang masih beroperasi.Menurut pantauan Antara,
di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, puluhan peserta aksi menghentikan
beberapa taksi yang melintas, kemudian memaksa penumpang untuk turun.Taksi yang
beroperasi dirusak dan dilempari batu untuk dipaksa ikut aksi turun ke jalan.
Terlihat spion kiri patah dan retak kaca mobil.Beberapa badan mobil juga
terlihat rusak. Taksi tersebut bertuliskan taksi bandara berlambang burung
biru.Salah satu metromini terparkir di depan Monas terlihat rusak parah. Semua
bagian kaca pecah serta serpihan kaca masuk di dalam metromini.Terlihat
beberapa batu bekas lemparan yang merusak kaca tergeletak di dalam badan bus
dengan ukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa.
Analisis Kasus
Salah satu
analisis yang dapat dilakukan dari konflik pengemudi ojek berbasis aplikasi
dengan kendaraan konvensional adalah adanya dampak terhadap pihak lain, yaitu
melibatkan pemerintah untuk bertindak secara tegas dalam permasalahan ini,
walaupun belum ada bentuk tindakan yang konkrit dari pemerintah itu sendiri.
Apabila dilihat dari perkembangan internal adanya differensiasi, yaitu
kurangnya koordinasi satu pihak dalam melakukan tindakan, terlihat pada sejumlah
rekannya dari ojek aplikasi mendapatkan tindak kekerasan oleh oknum sopir taksi
konvensional. Berikutnya, apabila dilihat dalam
interaksinya konflik ini termasuk dalam overreaction,
para pengojek aplikasi menyelesaikan permasalahan dengan tindakan yang
koersif, terlihat pada satu orang sopir angkot dari M03 di laporkan menjadi
korban pemukulan oknum puluhan driver Go-Jek. Terakhir, jika dilihat dalam
konteks sosial linkages dan other conflict dapat menjelaskan
fenomena ini. Linkagesterlihat
berawal dari sejumlah rekan Gojek mendapatkan tindak kekerasan oleh oknum sopir
taksi konvensional, berubah menjadi isu kelompok dan mereka melakukan sweeping
besar-besaran. Sedangkan other conflictterlihat
pada isu sebelumnya yang muncul adalah adalah ketidaksamaan tarif, bukan
aplikasi.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang terdapat
dalam makalah ini adalah bahwa dalam sebuah konflik, anggota kelompok harus
mempertimbangkan emosi yang menjadi faktor penting dalam pengembangan
perjuangan. Emosi tersebut juga menyebabkan suatu perjuangan dapat berlarut-larut
dan merusak atau menyelesaikan. Selain itu, ketakutan dan kemarahan akan merangsang ketika seseorang atau kelompok merasa diserang, dan diduga memberikan
kontribusi terhadap peningkatan konflik. Apabila satu pihak merasa terancam
atau dilukai, maka akan cenderung merespon dengan peperangan/permusuhan
dibandingkan dengan persetujuan tanpa protes (acquiescence). Selanjutnya, apabila satu pihak menjatuhkan sanksi negatif kepada pihak lain, maka sanksi tersebut akan menjadi isu.
Proses eskalasi menghasilkan
perjuangan destruktif dalam jangka waktu cukup lama dalam beberapa kondisi yang
terjadi. Apabila sekali saja struggle telah dimulai karena satu masalah, masalah yang baru akan muncul ke permukaan.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah interaksi yang terjadi antar
musuh. Terdapat beberapa tanggapan diantaranya nonrespon atau tidak menanggapi sama sekali yang membuat salah satu
pihak merasa terhina oleh pihak lawan karena tidak dianggap keberadaannnya.
Selanjutnya adalah overreaction atau tanggapan
yang berlebihan, dimana orang yang saling berkonflik, saling menanggapi satu sama lain dan biasanya memberikan banyak
kontribusi untuk meningkatkan sebuah konflik. Yang terakhir adalah underreaction yang merupakan suatu reaksi atau tindakan yang ringan
atau damai dan berusaha untuk meredakan konflik tertentu, tetapi malah dapat mengakibatkan atau malah menimbulkan eskalasi atau peningkatan konflik. Jadi kesimpulannya bahwa, terlalu keras maupun terlalu lembut suatu reaksi terhadap konflik, dapat meningkatkan sebuah perjuangan, maupun dalam keadaan yang berbeda-beda.
Daftar Pustaka
Kriesberg,
Louis. 2006. Constructive Conflict : From
Escalation to Resolution. Rowman and Littlefield Publisher.
Sindonews.
2016. Dipetik 8 Maret 2017. Bentrok Sopir
Taksi vs Ojek Online Akibat Ketidaktegasan Pemerintah. https://metro.sindonews.com/read/1094953/170/bentrok-sopir-taksi-vs-ojek-online-akibat-ketidaktegasan-pemerintah-1458643311
Sindonews.
2016. Dipetik 8 Maret 2017. Rekannya
Dipukuli, Pengemudi Go-Jek dan Grab Bike Sweeping Taksi.https://metro.sindonews.com/read/1094830/170/rekannya-dipukuli-pengemudi-go-jek-dan-grab-bike-sweeping-taksi-1458623039
Wartakota.
2016. Dipetik 8 Maret 2017. Berikut
Kronologis Bentrok Sopir Taksi dengan Pengemudi Gojek.http://wartakota.tribunnews.com/2016/03/22/berikut-kronologis-bentrok-sopir-taksi-dengan-pengemudi-gojek
Komentar